Sejarah Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit
didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya
ditanam di Kebun Raya
Bogor, sementara
sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang
bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide
membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan
Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun
1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan
perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan
di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya,
perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari
Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran
baru dimulai tahun 1910.
Hingga
menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak
sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal
seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaya (lalu Malaysia).
Baru
semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman
digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa
sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran
minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa
pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih
hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.
Pengertian Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan
perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
§ Karakteristik Kelapa Sawit
1. Daun
Daunnya merupakan daun yang majemuk. Berwarna hijau
tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan
tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
bentuk daunnya termasuk majemuk menyirip, tersusun rozet pada ujung batang.
2. Batang
Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga
umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas
sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.
3. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah
dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah
ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
4. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu
pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan
memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar
dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat
female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam
produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan
5. Buah
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam,
ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam
tandan yang muncul dari tiap pelapah.
Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah.
Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid)
akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan
20% persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp
sekitar 34 - 40 persen.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
a. Eksoskarp, bagian kulit buah
berwarna kemerahan dan licin.
b. Mesoskarp, serabut buah
c. Endoskarp, cangkang pelindung
inti
Cara Pembudidayaan Kelapa Sawit
1. Syarat Tumbuh
Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa
sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh
subur dan dapat berproduksi secara maksimal. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah.
Selain itu, faktor yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah
faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.
a. Iklim
· Curah Hujan dan
Kelembaban
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah
tropik, dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah
2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah pertanaman
yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara
200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di
atas permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan
produksinya pun akan rendah.
· Penyinaran Matahari
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit
adalah 7-5 jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal
baik karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang tinggi
dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.
· Suhu
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan
hasil kelapa sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa
sawit berada antara 25-27 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu
yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah
hasil yang diperoleh. Suhu, dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata
sepanjang tahun.
b. Tanah
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal
bergantung pada karakter lingkungan fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu
dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam kelapa sawit adalah tanah
latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut
tipis.
Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit
ditentukan oleh dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah.
· Sifat Fisis Tanah
Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang
datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah
gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat
dengan permukaan tanah.
Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga harus mampu
menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara
tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut
tebal. Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis
tanah di antara tipe-tipe tanah memang relatif sulit.
· Sifat Kimia Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH
4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah
biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah
organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral
dengan lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH
rendah.
§ Cara Pemeliharaan Kelapa Sawit
Pemeliharaan tanaman merupakan hal yang sangat penting
dalam usaha budidaya tanaman karena menentukan masa perkembangan dan
pertumbuhan tanaman. Perawatan tidak hanya ditujukan pada tanamannya, tetapi
juga pada media tanah pada lahan pertanaman tersebut. Perawatan tanaman kelapa
sawit meliputi penyulaman, pembuatan piringan, penanaman tanaman sela,
pengendalian gulma, pemangkasan, pemupukan, dan penyerbukan buatan.
§ Hasil Olahan dari Kelapa Sawit
Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit
atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit.
Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan
dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan
farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit
memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan
tersebut antara lain:
1. Menjadi sumber minyak nabati termurah
karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi.
2. Dibanding minyak lainnya, minyak
kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi.
3. Dibanding minyak nabati lainnya,
minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri
pangan, maupun pada industri non pangan.
4. Kandungan gizi minyak kelapa sawit
lebih unggul daripada minyak nabati lainnya.
§ Pemasaran Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi yang sangat
menguntungkan, sehingga perluasan areal sangat maju pesat. Industri pengolahan
kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejumlah pabrik dengan
kapasitas produksi minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) tersebar hampir di seluruh
provinsi di Indonesia.
Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar
negara dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran yang sudah ditunjuk
bersama, sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran dilakukan oleh
masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan besar, baik negara maupun
swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk olahan, yaitu minyak sawit
mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Penjualan langsung kepada eksportir
ataupun ke pedagang atau industri dalam negeri.
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat yang
hasil produksinya terbatas, penjualan sulit dilakukan apabila ingin menjualnya
langsung ke industri pengolah. Oleh karena itu, petani harus menjualnya melalui
pedagang tingkat desa atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar
hingga ke industri pengolah. Penjangnya rantai pemasaran hasil perkebunan
rakyat ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diperoleh para petani relatif
kecil.
§ Kandungan yang Terdapat dalam Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting, di
samping kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, dan sebagainya.
Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang menjanjikan. Minyak
kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan
manusia, seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya.
Minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak jenuh
dan tidak jenuh dalam proses selanjutnya akan menghasilkan fraksi olein, stearin,
dan fatty acid. Olein dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng, stearin
digunakan untuk pembuatan mentega, sedangkan fatty acid dalam pengembangannya
dapat digunakan sebagai bahan dasar oleokimia.
§ Manfaat Kelapa Sawit
Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit
atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit.
Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan
dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan
farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai sakah satu bahan bakar.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit
memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan
tersebut antara lain:
a. Menjadi sumber minyak nabati termurah
karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi.
b. Dibanding minyak lainnya, minyak
kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi.
c. Dibanding minyak nabati lainnya,
minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri
pangan, maupun pada industri non pangan.
d. Kandungan gizi minyak kelapa sawit
lebih unggul daripada minyak nabati lainnya.
§ Penjelasan Tambahan
African Oil
Palm (Elaeis guineensis)
Kelapa sawit
berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter.
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping.
Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping
atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti
jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih
muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan
tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah
umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi
mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun
berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan
berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan
memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar
dan mekar.
Tanaman
sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga
sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul
digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit
mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang
digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak
dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah.
Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty
acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri
dari tiga lapisan:
- Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
- Mesoskarp, serabut buah
- Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit
(kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti
berkualitas tinggi.
Kelapa sawit
berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu
embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar
(radikula).
Penjelasan
Tambahan
Syarat hidup
Habitat
aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah
tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m
dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu
daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau.
Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah
sawit.
Tipe kelapa sawit
Kelapa sawit
yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua
species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis
memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman
yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk
mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera
sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya
genetik.
- Dura,
- Pisifera, dan
- Tenera.
Dura
merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin
pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per
tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga
tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah
persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit
unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang
buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki
persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya
dapat mencapai 28%.
Hasil tanaman
Minyak sawit
digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk
begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu
tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak
larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak
menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang
paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah
menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.
Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah
menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti
menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan,
bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging
buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu
digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas
yang disebut bungkil inti
sawit itu
digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan
sebagai bahan bakar dan arang.
Buah
diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.
Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan
cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan
ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa
pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
Hama dan penyakit
Faktor yang
dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit
diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa
sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera:
Psychidae). [3] Potensi kehilangan hasil yang
disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. [4] Jenis ulat api yang paling banyak
ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna
trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. [5] Selain hama, penyakit juga menimbulkan
masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang
disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit
penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense
merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan
kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi. [6]
Fisiologi
Kelapa Sawit
Daun (‘blarak’ Jw)
Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk dengan
bagian-bagian:
- Pelepah daun (upih daun, vagina), terdapat memeluk batang
- Ibu tangkai daun (petiolus), berbentuk pipih dengan duri/spina pada kedua sisi
- Rachis, adalah petiolus yang mendukung anak daun (tangkai anak daun).
- Helai anak daun, pada pangkal ibu tangkai daun, beberapa helai anak daun tidak berkembang, dilanjutkan dengan deretan helai anak daun yang berkembang sempurna. Helai anak daun mempunayi panjang 55 – 65 cm, kadang mencapai 100 cm dengan lebar 2,5 – 4 cm, tersusun menyirip.
- Daun mempunyai kutikula yang tebal dan resisten terhadap uap air.
- Stomata hanya terdapat pada epidermis bawah helai anak daun.
- Pad awal pertumbuhan daun, terdapat ligula di bagian atas petiolus, kemudian ligula akan menyatu dengan bagian basal rachis.
- Pemberian nomor pada daun dimulai dari daun yang paling muda diberi nomor 1, daun berikutnya yang lebih tua diberi nomo2, dan seterusnya. Calon daun di atas daun nomor 1 diberi nomor 0. Apabila calon daun berkembang menjadi daun muda, maka penomoran akan bergeser satu kali. Demikian seterusnya. Sistem penomoran ini disesuaikan dengan umur fisiologis daun. Dengan demikian, akan terjadi tahap sama terhadap perkembangan daun, dari inisiasi sampai penuaan.
- Diferensiasi dan pemasakan daun terjadi dengan arah basipetal.
- Pada kelapa sawit, rachis memanjang penuh pada status daun 0, sedangkan helai anak daun berkembang penuh pada status daun1. Meskipun demikian, petiolus akan memanjang terus sesudah rachis memanjang penuh.
- Pada daun termuda, bagian pangkal tidak mengalami lignifikasi, sehingga apabila daun di bawahnya dihilangkan, maka daun termuda tersebut tidak mampu menyangga helaiannya.
Leaf area (Luas daun)
Ø Ukuran daun berkembang
secara progresif selama 8 – 10 tahun sesudah tanam, dan mencapai luas maksimum
pada umur tanaman 10 tahun.
Ø Setelah umur ini,
masih ada perkembangan, akan tetapi sudah tidak maksimum lagi, sampai umur
tanaman 17 tahun.
Ø Umur optimum tanaman
dan perkembangan daun maksimum dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu
kesuburan dan kandungan air tanah.
Ø Pupuk nitrogen dan
kalium mampu meningkatkan luas daun. Selain itu, diketahui bahwa
Ø Cekaman air
mempengaruhi luas daun, yang berkaitan dengan penutupan stomata.
Ø Peningkatan luas daun
yang seiring dengan umur tanaman kelapa sawit disebabkan oleh penambahan jumlah
anak daun dan ukuran rata-rata anak daun
Ø Panjang daun mencapai
maksimum lebih cepat dibanding lebar daun
Pengukuran luas daun
Ø Pengukuran luas daun
dapat dilakukan dengan melakukan penghitungan perkiraan berdasarkan berat daun
pada luas tertentu. Kemudian seluruh daun ditimbang. Luas seluruh anak
daun dihitung berdasarkan berat total anak daun dan berat luasan tertentu anak
daun.
Teknik pengukuran luas daun tanpa merusak daun dengan
cara sebagai berikut:
Ø Dibuat rerata panjang
dan lebar daun pada titik tengah anak daun dari sampel anak daun terbesar,
kemudian dihitung jumlah total anak daun pada satu petiolus.
Ø Produk = panjang x
lebar x jumlah anak daun. Cara ini dikenal dengan nama ’luas area relatif’.
Faktor koreksi merupakan perkiraan luas area sesungguhnya dari luas area
relatif. Faktor koreksi menurut Hardon et al. sebesar 0,51 –
0,57, sedangkan Mendham menemukan faktor koreksi sebesar 0,54 – 0,59.
Ø Presisi akan lebih
baik, apabila pengukuran luas daun diterapkan pada 6 helai anak daun,
dibandingkan 1 anak daun.
Ø Meskipun demikian,
teknik dari Hardon tersebut masih dikembangkan lagi.
Pengukuran daun teknik lain
Ø Pengukuran daun dapat
juga dengan cara
Ø pengukuran panjang
rachis, berat rachis, panjang anak daun, dan seterusnya.
Ø Pengukuran yang paling
bermanfaat adalah melalui luas penampang melintang rachis dan petiolus pada
daun terbawah. Penampang melintang ini berupa triangular (segitiga) dan dapat
diukur lebar dan kedalamannya secara tepat.
Ø Ruer & Varechon
(1964) memperlihatkan bahwa lebar petiolus pada titik ini berkorelasi dengan
rerata berat dan jumlah tandan.
Ø Pengukuran penampang
melintang petiolus ini sangat mudah dan cepat dengan menggunakan kaliper
(jangka sorong), dan terbukti bermanfaat untuk memperkirakan pertumbuhan
vegetatif, terutama pada tanaman belum menghasilkan (TBM).
Ø Gb 2 memperlihatkan
trend penampang melintang petiolus dibandingkan dengan umur tanaman.
Ø Berat kering daun daun
juga terlihat ada hubungan dengan penampang melintang petiolus dan tidak
berhubungan dengan umur tanaman serta perlakuan, dan hal ini berlaku sampai
dengan daun 25.
Ø Meskipun dimensi
rachis dan helai anak daun tidak berubah oleh umur daun, kandungan bahan kering
dan petiolus bertambah. Pada daun tua, berat keringnya merupakan berat kering
akhir yang dicapai oleh sehelai daun.
Tingkat produksi daun
Ø Tingkat produksi daun bervariasi
sesuai dengan umur tanaman (gambar 3).
Ø Tingkat maksimum yaitu
lebih dari 40 daun per tahun dicapai selama 1 – 2 tahun dan menurun antara 18 –
24 daun per tahun.
Ø Ada pengaruh iklim
terhadap produksi daun. Selama musim kemarau, pembukaan helai daun terlambat
meskipun daun secara kontinu memanjang dan mengakumulasi pada tahap ’tombak’.
Pada musim hujan, tunas daun membuka diikuti dengan perkembangan struktur
daun yang normal. Hal tersebut merupakan bagian kecil dari perbedaan oleh perubahan
musim tahunan.
Ø Pada tanaman dewasa,
ditemukan produksi 20 – 24 daun dalam satu tahun.
Ø Produksi daun per
tahun berbeda-beda tergantung iklim dan curah hujan daerah setempat.
Ø Selain oleh curah
hujan, pemupukan nitrogen juga mempengaruhi produksi daun.
Ø Semakin subur suatu
tempat, maka produksi daun semakin meningkat. Defoliasi akan meningkatkan produksi daun, tetapi
menurunkan ukuran daun.
Durasi / masa hidup daun
Ø Jumlah total daun pada
skala perkebunan tergantung pada metode panen dan prunning.
Ø Pada kondisi tanaman
tanpa prunning, maka durasi / masa hidup daun tergantung pada intensitas cahaya
yang mencapai daun melewati kanopi.
Ø Pada penanaman dengan
kepadatan tinggi, maka masa hidup daun lebih pendek. Pada Pada kepadatan
penanaman normal yaitu 140 – 150 tanaman per hektar, tanpa prunning, penuaan
daun pada daun 48 – 50. Pada kepadatan tinggi, penuaan daun menjadi lebih awal,
yaitu pada daun 35.
Batang
Ø Pertumbuhan awal batang kelapa sawit
merupakan fase pertambahan diameter pada pangkal batang dengan satu meristem
terminal.
Ø Seperti fungsi batang
pada umumnya, batang kelapa sawit mempunyai fungsi sebagai pendukung bagian
tumbuhan di atas tanah (daun dan bunga), sebagai tempat arus air, unsure hara
dan makanan melalui berkas pengangkut (fungsi transportasi) dan dapat juga berfungsi
sebagai tempat makanan cadangan.
Ø Struktur morfologi
batang bulat, tersusun oleh pangkal batang yang serupa bonggol, batang yang
memanjang tertutup oleh pelepah daun.
Ø Struktur anatomi
batang, dari luar berturut-turut: kulit batang yang dibentuk oleh pelebaran
pelepah yang mengelilingi batang, perisikel yang merupakan batas silinder
pusat, serta silinder pusat yang terdiri dari berkas-berkas buluh pengangkut,
seperti struktur anatomi batang Monocotyleoneae pada umumnya.
Ø Batang kelapa sawit
tidak mempunyai cambium dan tanpa percabangan.
Ø Kadang-kadang
seolah-olah muncul cabang yang sebenarnya adalah pertumbuhan meristem apex yang
rusak.
Ø Tunas mempunyai
diameter 10-12 cm dengan panjang 2,5 – 4,0 cm pada ujung batang dengan meristem
apikal, terlindung oleh pelepah dari daun yang belum membuka.
Ø Serangan hama kumbang
dapat merusakkan meristem apical.
Ø Seperti umumnya pada
tanaman Palmae, batang tanaman kelapa sawit terdiri atas suatu massa berkas
pengangkut yang diselubungi oleh jaringan parenkim.
Ø Tidak ada penebalan
sekunder, dan diameter pangkal hampir sama dengan diameter pucuk.
Ø Meristem apikal
terletak tepat pada pucuk batang, memproduksi primordia daun, batang, dan bunga
majemuk.
Ø Penebalan batang
ditentukan oleh meristem penebalan primer, yang terletak tepat di bawah
meristem apex dan ditentukan oleh aktivitas meristem dan pangkal daun.
Ø Formasi depresi pucuk
juga ditentukan oleh aktivitas meristem tersebut.
Ø Pada tahun pertama dan
kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan menebal lebih dominan, memberikan
pelebaran pangkal batang hingga mencapai diameter 60 cm.
Ø Di atas pangkal batang
selanjutnya diameter mengecil, sekitar 40 cm dan pertumbuhan memanjang terjadi
lebih cepat.
Ø Biasanya, batang
kelapa sawit tumbuh memanjang 35 – 75 cm tiap tahun, ditentukan oleh kondisi
pertumbuhan dan variasi genetik.
Ø Pada awal pertumbuhan
batang sampai berumur 3 tahun (fase 1) , batang tidak nampak karena tertutup
pelepah,
Ø Pada tahap pertumbuhan
berikutnya (fase 2), pertambahan panjang batang mencapai kecepatan tumbuh 25 –
50 cm/ tahun hingga berumur 12 tahun dengan diameter pangkal batang 75 cm dan
ujung batang 22 cm.
Ø Tingkat produksi daun
dan pertumbuhan batang terlihat independen; panjang internodus bervariasi 14 –
23 mm atau 15 mm pada umur 4,5 tahun sampai 25 mm pada umur 10,5 tahun.
Ø Data berat kering
batang kelapa sawit bervariasi pada umur yang berbeda. Rerata kepadatan batang
(berat kering) bertambah sesuai dengan umur tanaman. Kandungan bahan kering
bervariasi dari pangkal hingga pucuk batang, serta dari tengah hingga bagian
luar batang.
Ø Batang tertutup oleh
pangkal daun tua sampai tanaman kelapa sawit berumur 11 – 15 tahun. Pada waktu
ini, sisa pangkal batang gugur, biasanya dari tengah batang ke arah atas dan
bawah. Batang yang telah tua pada umumnya telah bebas dari perlekatan pangkal
daun, kecuali bagian yang terletak di bawah tajuk.
Ø Sistem berkas
pengangkut kelapa sawit memperlihatkan struktur batang Monocotyledoneae yang
memiliki sistem berkas pengangkut luar dan dalam.
Ø Pada batang kelapa,
sistem dalam terdiri dari sekitar 20.000 berkas pengangkut dan sistem luar
terdiri dari sejumlah berkas serabut kortikal.
Ø Berkas pengangkut
semuanya menuju ke daun serta ke arah pangkal daun tua, tetapi sebelum basuk ke
daun, setiap berkas memproduksi beberapa percabangan yang bergabung dengan
berkas di sebelahnya. Dengan demikian, terjadi saling hubungan antara semua
berkas pengangkut dan bagian lain dari batang dalam bentuk kontak vaskular
secara langsung.
Ø Pada tanaman kelapa
yang besar, seperti pada kelapa sawit, berkas pengangkut yang baru muncul pada
sistem luar, dan sejumlah berkas pada irisan melintang batang pada ketinggian
berbeda akan nampak sama. Percabangan berkas dari berkas utama selain masuk ke
daun juga menuju bunga aksilar serta menuju ketiak daun lain yang lebih tinggi pada
batang.
Ø Satu sistem berkas
pengangkut palma adalah daya hidup sel-sel floem yang lama.
Ø Sel-sel tersebut
bertanggungjawab atas transpor hasil asimilasi ke arah bawah
Ø Pada tanaman
Dicotyledoneae dengan penebalan sekunder akan diganti setiap tahun atau pada
masa hidupnya 5 -10 tahun.
Ø Pada palma, tanpa
pertumbuhan sekunder batang, sel-sel harus tetap berfungsi sepanjang hidupnya.
Misalnya pada palma Sabal dan Cocos, floem mempunyai umur hingga
50 tahun.
Ø Perbedaan dari floem
berumur pendek pada sebagian besar Angiospermae adalah pada tidak adanya
’slime’ dan kalose (suatu polisakarida), keduanya berasosiasi/ bergabung dengan
penyumbatan buluh tapis antara buluh tapis yang berdekatan. Hanya pada berkas
yang menuju ke arah daun yang gugur atau mati menunjukkan adanya kalose,
mengawali rusaknya dinding buluh tapis dan berhenti dengan adanya pertumbuhan
sel-sel parenkim ke arah luar.
Ø Pada floem sejumlah
tanaman palma, termasuk kelapa sawit, dapat ditemukan sisa-sisa kalose pada
beberapa tapisan yang berperan dalam buluh tapis. ’Slime’ ditemukan pada buluh
tapis beberapa spesies, tetapi tidak ditemukan pada kelapa sawit.
Filotaksis
Filotaksis atau aransemen/ tata letak daun pada batang
nampaknya perlu perhatian, karena pola pola tersebut sering ditunjukkan oleh
pangkal daun yang berkayu dan kuat. sejumlah tulisan telah membahas filotaksis
pada tanaman kelapa sawit.
Pada tanaman kelapa sawit, seperti juga pada sejumlah
besar tanaman lain, primordia daun diproduksi dengan pola spiral pada pucuk
batang; spiral ini dikenal sebagai spiral genetik. Tiap primordia daun
dipisahkan dari yang lain pada spiral genetik dalam sudut tertentu, yang
disebut sudut divergen sekitar 137,5˚ (disebut
sudut Fibonacci). Pada suatu tanaman, deret Fibonacci selalu konsisten ke arah
kanan atau kiri dari primordia sebelumnya.
Pada umunya di pucuk, variasi set spiral atau
pirositik dapat digambarkan melewati primordia yang berdekatan atau melalui
pangkal daun dewasa yang berdekatan. Set spiral ini mengikuti seri Fibonacci 1
: 1 : 2 : 3 : 5 : 8 : 13 : 21 ......, setiap angka merupakan penjumlahan dari
dua angka sebelumnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, umumnya setiap set
mempunyai 8 parasitik, tetapi ada juga yang mempunyai 5 atau 13 atau 21
parasitik.
Pada tanaman yang tumbuh baik, dua set spiral akan
terlihat, delapan ke satu arah, 13 ke arah lain. Pengaturan demikian disebut (8
+ 13). Jika pangkal daun dihitung sesuai urutan terbentuknya (spiral genetik)
maka akan jelas, bahwa setiap 8 daun nampak mempunyai spiral yang mirip,
sedangkan pada jalur lain, setiap 13 daun nampak terletak pada spiral
yang sama (lebih vertikal). Jarak antara dua daun dalam 13 sppiral atau
parasitik adalah ukuran waktu terbentuknya 13 daun dan diistilahkan
plastocjhrone. Parasitik ain dapat terlihat pada palma (Gb 2.3) – tiga
misalnya, tetapi jumlah parasitik yang lebih banyak mempunyai posisi yang lebih
vertikal. Misalnya 21 parasitik yang hampir vertikal dapat dibedakan pada
diagram. Spiral daun pada dua arah, ke arah kiri atau kanan, hampir 53% tanaman
ke arah kiri. Tetapi ada bukti bahwa arah ini tidak genetis.
Penelitian lebih modern mengenai filotaksis pada
kelapa sawit berdasarkan pada Index Phyllotaxis oleh Richard yang dihitung dari
ratio plastochrone, adalah ratio antara jarak transversal primordium dari pusat
dan dari primordium terdekat. Lebih sederhananya, suatu index filotaxis
yang ekuivalen dapat dihitung dari radius silinder tanaman palma dan jarak
longitudinal yang memisahkan dua daun yang terpisah oleh spiral genetik.
Modifikasi index ini dihasilkan dari tingkat perbedaan pertumbuhan longitudinal
dan radial selama perkembangan dan mungkin menyertakan penyebab fisiologi.
Filotaksis dapat ditentukan secara unik ke dalam
istilah sudut divergensi dan rasio plastochrone, yaitu rasio jarak antara dua
primordia berturut turut dari pusat apikal. Indeks filotaksis ditentukan
berdasarkan rasioplastochrone seperti yang terlihat pada irisan melintang.
Indeks filotaksis ekuivalen (Equivalent phyllotaxis index = EPI) adalah suatu
pengukuran filotaksis berdasarkan permukaan apikal aktual. Pada batang
silindris, EPI merupakan fungsi dari jari-jari batang dan panjang internodus.
Rasio plastochrone tergantung pada tingkat pertumbuhan jari-jari dan tingkat
produksi daun; pada beberapa keadaan, deduksi / keputusan dapat dibuat mengenai
volume tingkat pertumbuhan jaringan apikal. Pengukuran EPI pada kelapa sawit
dan perkiraan volume tingkat pertumbuhan relatif apex tidak lebih dari 1,4% per
hari; yang menarik, nilai ini sesuai dengan tingkat pertumbuhan berat kering
seedling kelapa sawit.
Tata letak filotaksik spikelet pada axis
inflorescentia dan bunga pada spikelet diamati dengan model EPI pada Plamae pisifera
pada inflorescentia muda, meskipun akan terjadi kegagalan pemasakan tandan.
Korelasi terdapat
antara EPI dan berat tandan pada dura dan tenera, sementara EPI
pada inflorescentia pisifera seperti pada EPI dura dan tenera.
Kemungkinan penggunaan EPI untuk seleksi hibrid
interspesific E. guineensis x E. oleifera yang dibandingkan dengan E.
guineensis , dan mencari perbedaan pada rasio yang sama seperti pada
komponen hasil misalnya berat tandan. Bagaimanapun, rasio yang mirip antara
rerata tidak berkorelasi dengan jenis sehingga tidak dapat dipergunakan untuk
seleksi.
Perakaran
Kelapa sawit mempunyai sistem perakaran akar serabut
(adventitious root; akar adventif) yang tumbuh dari pangkal batang. Sistem akar
serabut adalah sistem perakaran yang terdapat pada tumbuhan Monocotyledoneae
pada umumnya. Pada tumbuhan Monocotyledoneae, akar primer (radix primer) yang
muncul dari embrio akan segera mati dan digantikan oleh akar adventiv yang
tumbuh bersamaan dari pangkal batang. Perakaran adventif tumbuh dan membentuk
akar sekunder, tersier dan kuarter yang menyebar melingkari batang pokok.
Karangan Bunga (Inflorescentia)
Karangan bunga pada kelapa sawit merupakan tandan
majemuk. Kuncup karangan bunga terbentuk pada ketiak daun, pada setiap ketiak
daun terdapat satu karangan bunga, yang kemudian banyak yang gugur, sehingga
beberapa ketiak daun tidak mempunyai karangan bunga. Dalam tahap
perkembangannya, karangan bunga ini dapat berkembang menjadi karangan bunga
betina atau jantan.
Pada awal perkembangan inflorescentia, sekitar umur
2,5 – 3 tahun, pada waktu ini, karangan bunga terselubungi oleh daun. Sesaat
sebelum anthesis (polinasi), karangan bunga muncul dari ketiak daun. Anthesis
terjadi di dalam ketiak daun 20 pada tanaman kelapa sawit yang berumur 2 – 4 tahun;
pada tanaman yang lebih tua, anthesis dapat terjadi pada daun yang lebih muda,
sekitar daun 15 pada tanaman yang berumur 12 tahun atau lebih.
Inflorescentia jantan maupun betina mempunyai sumbu
pusat, yang muncul dari
pangkal
dua besar, diselubungi oleh bractea (spathes) yang menutup seluruh
inflorescentia sampai sesaat sebelum polinasi. Bekas sumbu pusat muncul banyak
bractea triangular, sebagian besar subtend cabang (spikelet). Tata letak
filotaksis spikelet pada sumbu utama bunga jantan maupun betina mirip,
meskipun dapat berubah sesuai dengan umur tanaman.
Morfologi spikelet inflorescentia jantan dan betina
berbeda, meskipun pada inflorescentia betina juga muncul bunga jantan yang
kemudian gugur; inflorescentia jantan kadang-kadang mempunyai beberapa bunga
betina pada bagian pangkal spikelet.
Tiap spikelet betina muncul sekitar 10 – 12 kelompok
bunga atau kluster bunga; Kluster bunga adalah satu seri percabanagn simpodial
yang terkumpul, dari tempat yang lebih tinggi secara berturut-turut,
masing-masing muncul satu bracteola dari posisi sebelumnya. Gb 2.4.
memperlihatkan satu kelompok trifloral kelapa sawit dengan bunga betina pada
pusat/ tengah, dan satu bunga jantan kecil (biasanya gugur) pada setiap sisi. Gb 2.4b menunjukkan tata letak bagian-bagian dari
kelompok tersebut. Gb 2.4c. menunjukkan diagram sistem percabangan bunga;
percabangan kedua terletak ke arah kiri dari bunga betina, dan percabanagn
ketiga dengan bracteola dan bunga betina, muncul dari ketiak dan tertutup
olehnya.
Pada karangan bunga betina, dalam satu tandan terdapat
sekitar 100 spica (spikelet) dengan lebih dari 4000 kuncup bunga.
Spikelet berkembang akropetal di dalam karangan bunga (semakin muda semakin
dekat dengan ujung tandan). Tiap spikelet mempunyai 12 – 30 bunga. Tandan
mempunyai seludang bunga (bractea).
Pada karangan bunga jantan, tandan mempunyai sekitar
160 spikelet, tiap spikelet mempunyai 600 – 1500 bunga jantan, sehingga jumlah
total bunga jantan dalam satu tandan dapat mencapai 126.000 bunga dengan jumlah
pollen sekitar 900 juta dengan berat 40g/tandan. Pada bunga jantan, terdapat
duri pada ujung spikelet. Kondisi lingkungan mempengaruhi produksi tandan
tersebut. Tandan mempunyai seludang bunga (bractea).
Bunga
Bunga betina
Bunga betina tersusun oleh bracteole pada pangkal
bunga, perianthium (perhiasan bunga) dan putik (stigma) yang mempunyai 3
carpella (daun buah). Sebelum anthesis, stigma menutup dan setelah anthesis
stigma nampak/muncul. Stigma pada bunga yang belum dibuahi berwarna putih dan
pink sampai coklat, setelah dibuahi berwarna hitam.
Bunga jantan
Bunga jantan tersusun oleh bracteole, 3 helai
perianthium (perhiasan bunga) dan 6 helai benang sari (stamen) dengan pangkal
berlekatan membentuk tabung.
Sex ratio
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monoecious (berumah
satu; bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon). Sex ratio
merupakan perbandingan tandan bunga betina dengan seluruh tandan. Produksi
pohon tergantung dari sex ratio ini. Sex ratio ditentukan oleh genetic, umur
pohon, nutrisi, pemupukan dan kondisi lingkungan.
Buah dan biji
Buah
Buah kelapa sawit termasuk ke dalam jenis buah batu
(drupa). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan buah dari masa pembungaan
berkisar 5 – 6 bulan. Buah muncul dari spikelet yang tersusun spiral dalam
tandan yang penuh dengan berat bervariasi antara 10 – 90 kg. Buah kelapa sawit
tersusun atas: 1) Perikarp (pericarpium; dinding buah) dapat dibedakan menjadi
tiga lapisan, yaitu: a) exocarpium/ eksokarp (kulit terluar), b) mesocarpium/
mesokarp (kulit tengah) disebut juga pulp atau cangkang dan mengandung minyak
sawit, c) endocarpium / endocarp (kulit dalam) yang berbatasan langsung dengan
2) ruang biji, keras, terdiri dari a) kernel atau inti yang mengandung minyak
kernel dan b) endosperm.
Berdasarkan warna eksokarp, buah kelapa sawit
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a). Nigrescens (yang paling umum ditemui): buah muda diujungnya berwarna violet sampai hitam, ke arah basal berwarna gading, mengandung banyak karoteoid. Dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a.1. Rubro-nigrescens: buah masak berwarna orange kemerahan gelap dengan warna coklat pada daerah ujung. A.2. Rutilo-nigrescens: buah masak berwarna orange pucat dengan warna hitam pada bagian ujung.
a). Nigrescens (yang paling umum ditemui): buah muda diujungnya berwarna violet sampai hitam, ke arah basal berwarna gading, mengandung banyak karoteoid. Dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a.1. Rubro-nigrescens: buah masak berwarna orange kemerahan gelap dengan warna coklat pada daerah ujung. A.2. Rutilo-nigrescens: buah masak berwarna orange pucat dengan warna hitam pada bagian ujung.
b). Virescens (jarang): buah muda berwarna hijau, buah
masak berwarna jingga kemerahan pucat dengan ujung sedkit kehijauan. Sedikit
atau tidak mengandung anthocyan.
c). Albescens (sangat jarang): buah muda berwarna
hijau tua, buah masak berwarna kuning pucat atau warna gading dengan ujung
berwarna kehitaman atau hijau, sedikit atau tidak mengandung karoten.
Biji
Di antara beberapa tipe, terdapat variasi ketebalan
cangkang. Dura mempunyai cangkang (shell) yang tebal, sedangkan pisifera tanpa
cangkang. Tenera yang merupakan hybrid dari dura dan pisifera mempunyai
cangkang tipis. Biji terdiri dari embrio yang tersimpan dalam kernel dan
disebungi oleh kulit biji (testa). Biji kelapa sawit disebut nut, merupakan
bagian yang tertinggal setelah minyak sawit diperas dari mesokarp. Nut
mempunyai 3 karpela. Tipe kecambah kelapa sawit adalah hipogeal.
Karakter buah kelapa sawit yang berkaitan dengan
kepentingan ekonomi adalah ketebalan cangkang (shell). Ketebalan cangkang
diatur oleh gen tunggal. Homozigot pisifera tidak bercangkang (sh¯, sh¯);
Kebanyakan tanaman pisifera gagal membentuk buah, sehingga pisifera tidak
dipergunakan untuk kepentingan komersial/ konsumsi. Meskipun demikian, apabila
tandan pisifera rajin disemprot dengan auksin sesudah polinasi, maka buah dapat
terbentuk.
Homozigot lain adalah dura (sh+, sh+),
mempunyai cangkang tebal. Heterozigot tenera mempunyai cangkang tipis,
yang dikelilingi oleh cincin serabut mesokarp. Tenera merupakan buah
yang dibentuk unuktujuan komersial, karena sebagian besar perikarpnya terdiri
dari mesokarp yang mengandung minyak dabandingkan dengan dura.
Perkembangan buah kelapa sawit.
Ø Setelah
fertlisasi, bakal buah pada bunga betina akan berkembang.
Ø Endosperm berbentuk
cairan sampai umur buah 60 – 70 hari (9 - 10 minggu) sesudah polinasi, dan
berbentuk gelatin /gel sampai umur buah 100 hari (14 minggu).
Ø Berat minyak per
kernel memperlihatkan peningkatan dari umur buah 70 sampai 140 hari (10 sampai
20 minggu), yaitu psampai masak.
Ø Berat kering kernel
bertambah, dan kandungan minyak mempunyai proporsi yang tetap dengan berat
keringnya sejak umur buah 110 hari (16 minggu).
Test viabilitas dengan tetrazolium pada embrio dari
berbagai umur buah. Test ini membedakan jaringan yang melakukan respirasi dan
tidak ada respirasi, dan anehnya, ditemukan tidak adanya respirasi pada embrio
muda sampai umur 110 hari sesudah polinasi, dan hal ini tidak menunjukkan
viabilitasnya, oleh karena, pada umur buah 70 hari, embrio mampu tumbuh pada
medium kultur jaringan.
Minyak terkandung di dalam mesokarp sebaik pada
endosperm pada buah masak, tetapi minyak ini mempunyai komposisi yang berbeda,
dan secara komersial, diekstraksi terpisah. Sebagian besar minyak di dalam
mesokarp disintesis pada umur buah 120 hari sesudah anthesis, dan nampaknya,
sintesis minyak di dalam buah berhenti pada saat buah gugur. Sintesis minyak
yang terjadi sesudah panen dapat diabaikan.
Pengguguran buah terjadi pada umur buah 150 – 155 hari
sesudah polinasi (5 bulan, dengan kisaran umur 120 – 200 hari sesudah polinasi,
dan seluruh buah gugur dalam kurun waktu 2 – 4 minggu pada tandan besar yang
masak. Pengguguran buah dapat ditunda dengan perlakuan auksin, giberelin dan
ethepon, padahal diketahui bahwa etilen yang terlepas dari ethepon akan
mempercepat gugurnya buah. Hal
ini mungkin disebabkan carrier di dalam formulasi ethepon dibandingkan etilen.
Hal ini masih memerlukan percobaan.
Hubungan antara pengguguran buah dan kandungan minyak
mesokarp belum jelas, tetapi hal ini penting terhadap panen.
Perkecambahan
Perkecambahan pada biji kelapa sawit memerlukan
kondisi yang dikontrol di dalam nursery, dan kecambah dipelihara selama satu
tahun sebelum ditanam di lapangan. Perkecambahan biji dapat dilakukan di
lapangan, akan tetapi sering mengalami kematian karena kekeringan, hama dan
penyakit.
Anatomi biji kelapa sawit sebagai berikut: Biji
terdiri dari embrio yang dislubungi endosperm dan dikelilingi oleh kulit biji
yang tipis (testa). Kernel tersimpan di dalam cangkang (pada biji dura dan
tenera). Cangkang mempunyai pori benih (germ pore), terdiri dari area
cangkang yang sangat tipis yang tertutupi oleh sumbat serabut, dimana terdapat
embrio. Antara embrio dan
cangkang terdapat lapisan tipis endosperm dan testa yang disebut operculum.
Ketika perkecambahan dimulai, embrio memanjang,
lapisan absisin di sekitar operculum hilang dan embrio menembus keluar melewati
pori benih (germ pore). Pada waktu yang sama, ujung dalam embrio, haustorium,
mulai tumbuh dan menyerap endosperm, kadang membentuk massa jaringan serupa spons
yang mengisi kernel.
Ketika dipanen dari pohonnya, biji kelapa sawit dalam
kondisi dorman. Pada kondisi alam di Afrika barat, perkecambahan terjadi secara
sporadis selama kurun waktu beberapa tahun, yang melonjak setiap akhir musim
kemarau. Pada kondisi di perkebunan perkecambahan diusahakan pada periode
singkat dalam jumlah besar.
Embrio kelapa sawit tidak dorman dan segera memanjnag
apabila sudah muncul dari kernel. Tingkat pertumbuhan rendah, dibandingkan
dengan perkecambahan pada umumnya. Diketahui bahwa untuk berkecambah, embrio
membutuhkan beberapa faktor pertumbuhan dari endosperm. Embrio kelapa sawit
dapat tumbuh baik pada medium kultur jaringan.
Kernel utuh mempunyai sisa dorman sampai 6 bulan.
Dormansi ini dapat diatasi dengan pemanasan 40˚C
selama 80 hari; konsentrasi oksigen yang tinggi memacu perkecambahan jika
diperlakukan sesudah perlakuan temperatur panas, tunas kecambah segera muncul
pada pendinginan sesudah suhu panas. Penelitian lain memperlihatkan terjadinya
70% perkecambahan sesudah perlakuan pemanasan pada temperatur 60 ˚C
selama 40 hari pada biji Deli dura,tetapi tidak semua biji mempunyai respon
sama.
Meskipun metode panas kering dipergunakan dalam
produksi benih, fisiologi dormansi dan perkecambahan belum diketahui secara pasti.
Kemungkinan konsentrasi minimum oksigen di dalam jaringan embrio dibutuhkan
untuk perkecambahan, minimum ini menurun dalam waktu pada saat ketergantungan
terhadap temperatur, tetapi mengapa konentrasi minimum dibutuhkan, belum
diketahui penyebabnya. Kemungkinan inhibitor perkecambahan akan rusak oleh
oksidasi. Diketahui pula bahwa, pemanjangan embrio dapat terjadi pada waktu
masih terjadi kontak dengan endosperm, menunjukkan bahwa setidaknya ada satu
ujung yang bebas tumbuh. Jika kedua ujung masih terselubungi, maka meskipun
embrio diekspose dengan udara, pemanjangan tidak terjadi. Hal ini menunjukkan
bahwa endosperm berpengaruh terhadap perkecambahan secara mekanis, dan
bukan karena adanya inhibitor di dalamnya. Mungkin perlakuan pemanasan memacu
rusaknya lapisan absisi yang berbatasan dengan operculum yang mengurangi
kekuatan embrio untuk menembus lapisan. Oksigen mungkin dibutuhkan untuk
respirasi embrio, konsentrasi tinggi menambah tingkat difusi ke dalam biji, dan
meningkatkan tingkat pertumbuhan embrio. Hilangnya dormansi secara bertahap di
dalam cadangan makanan merupakan hasil dari rusaknya lapisan absisi atau dari
difusi oksigen secara perlahan ke dalam biji.
Pada spesies lain, zat pengatur pertumbuhan sering
dipergunakan untuk memecah dormansi. Akan tetapi auksin tidak dapat
dipergunakan untuk memacu perkecambahan embrio kernel kelapa sawit.
Awal pertumbuhan kecambah
Perkecambahan membutuhkan waktu 3 bulan untuk menjadi
tanaman yang siap melakukan fotosintesis dan menyerap nutrisi dari dalam tanah.
Plumule muncul dari lubang plumule setelah radikula
mencapai panjang 1 cm. Akar adventif pertama diproduksi pada satu cincin di
atas sambungan radikula – hipokotil dan mereka muncul sebagai akar sekunder
sebelum daun pertama berkembang. Radikula terus tumbuh sekitar 6 bulan dan
mencapai panjang 15 cm. Sesudahnya, sejumlah akar primer berkembang pada tempat
tersebut.
Dua sheath plumular diproduksi seelum daun yang hijau
muncul yang kemudian dikenal sebagai helai daun, yang muncul sekitar 1 bulan
sesudah berkecambah. Sesudahnya, setiap 1 bulan akan diproduksi satu daun
sampai kecambah berumur 6 bulan. Tahap 4 daun biasanya sudah siap untuk
transplanting kecambah prenursery ke nursery, yaitu sekitar umur 4 bulan.
Selama beberapa minggu pertama pertumbuhannya,
kecambah tergantung pada cadangan makanan di dalam endosperm. Cadangan makanan
utama adalah lemak. Selama awal perkecambahan, lemak cadangan secara perlahan
hilang dari endosperm, sekitar 80% setelah 90 hari berkecambah, dan 98% setelah
160 hari berkecambah. Lemak diabsorbsi dari endosperm oleh lapisan luar
haustorium, dan diubah menjadi gula yang ditranspor ke akar dan tunas kecambah
yang baru tumbuh; kandungan lemak dari haustorium, akar dan batang tinggal
sedikit.
Beberapa senyawa karbon cadangan dipergunakan dalam
respirasi, yaitu dalam pengubahan dari lemak menjadi karbohidrat dan di
haustorium, pertumbuhan akar dan batang, dan biji dan kecambah kehilangan berat
pada beberapa minggu awal perkecambahan, sekitar 20% pada 20 hari pertama perkecambahan.
Antara 20 – 40 hari, helai daun pertama mulai mengembang, fotosintesis dapat
berlangsung, dan tanaman mulai bertambah beratnya. Gambar 3.1. menunjukkan
bahwa fotosintesis semakin efektif pada umur 45 hari, dan pada waktu helai daun
pertama mengembang penuh, dan daun kedua mulai mengembang; Pada waktu ini
penurunan berat endosperm bersamaan dengan peningkatan berat haustorium, akar
dan batang. Kecambah masih sedikit memiliki ketergantunagn terhadap supply
cadangan makanan sampai kecambah berumur 60 hari. Sebelum waktu ini,
penghilangan biji akan menyebabkan perununan pertumbuhan luas daun, tetai
penghilangan endosperm yang terlambat tidk meberikan pengaruh, meskipun
endosperm akan terus diserap cadangan makanannya oleh kecambah yang tumbuh.
Dua atau tiga daun pertama silindris dan tidak
mempunyai helaian daun. Daun berikutnya mempunyai helai daun berbentuk lanset
(daun ini kemudian disebut daun pertama) dan secara berturut-turut muncul daun
yang lanset, bifid, kemudian menyirip. Data tentang perubahan bentuk daun dari
daun pertama dan selanjutnya tidak bisa akurat, akan tetapi diketahui bahwa
sejak awal, pertulangan daun berbentuk menyirip. Daun lanset mempunyai
tulang daun sepanjang setengah dari panjang helai daun, dan dari
tulang daun ini akan muncul anak tulang daun yang berpasangan sepanjang helai
daun. Pada daun yang berbentuk bifid, suatu split berkembang pada helai daun
antara pasangan vena teratas, dan memanjang sepanjang tulang daun. Daun
berikutnya pada vena yang lebih rendah juga terpisah oleh split yang membentuk
anak daun. Pada daun yang berbentuk hampir menyirip, beberapa helai anak daun
pada tiap sisi masih terdapat sisa gabungan pada palma dewasa.
Daun menyirip yang pertama berbeda dengan daun
berikutnya yaitu daun tersebut tidak mempunyai pulvini (basal swellings), anak
daun yang lebih bawah (dan leaf sheath) tidak degenerasi menjadi duri, dan anak
daun kurang xeromorfik. Daun pertaa mempunyai stomata pada kedua permukaan,
sedangkan daun pada palma dewasa stomata terletak pda epidermis bawah saja.
Transplanting dilakukan setelah bibit berumur 12 – 14
minggu dengan jumlah daun sekitar 18 – 24 helai.
Pembungaan di nursery jarang terjadi. Diketahui bahwa
daun yang pertama kali mempunyai inflorescentia pada ketiaknya adalah daun 24
sampai 34 dengan rerata 27 (dihitung dari awal silindris, daun tanpa pedang)
atau antara daun 25 – 41 dengan rerata 35. Inflorescentia pertama abnormal dan
biasanya gugur.
Inflorescenti pertama yang berkembang sempurna
ditemukan antara daun 23 – 87 dengan rerata 42. Inflorescentia yang mengalami
polinasi terjadi pada tanaman berumur 24 bulan atau 32 bulan, pada daun 48.
Inflorescentia pertama yang berkembang biasanya jantan; rerata ada 7
inflorescentia jantan yang muncul sebelum inflorescentia betina muncul dalam
satu palm. Tidak ada hubungan antara ukuran dan morfologi daun serta jumlah
daun pada saat produksi inflorescentia dimulai.
Saat munculnya inflorescentia dapat dikontrol oleh
perlakuan zat pengatur tumbuh. Awal pembungaan hanya sedikit perkembangannya,
sedangkan tandan buah pertama kecil dengan kandungan minyak yang rendah.
Biasanya, bunga pertama dihilangkan; perlakuan zat pengatur tumbuh untuk
menunda pembungaan akan membuat penghilangan bunga tidak perlu dilakukan.
Pengukuran pertumbuhan seedling
Pengukuran kertumbuhan tanaman biasanya dilakukan
melalui pengukuran berat kering, sehingga pertambahan berat kering
menggambarkan pertambahan bahan tanaman yang dihasilkan dari fotosintesis dan
absorpsi mineral (biasanya kurang dari 10% berat kering). Pengukuran langsung
berat kering berarti merusak tanaman. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
teknik yang tidak merusak tanaman. Sejumlah parameter lain digunakan untuk
mengukur pertumbuhan seedling kelapa sawit. potensi fotosintesis, sedangkan produksi
daun berkaitan dengan aktivitas meristem apikal.
Berat segar seedling kelapa sawit meningkat secara
eksponensial sesuai dengan umur tanaman; produk jumlah dan panjang daun dari
daun terpanjang mengikuti kecenderungan yang mirip ehingga produk daun ini
dapat digunakan sebagai parameter pertumbuhan sedling yang tidak merusak
tanamannya. Ada hubungan yang erat antara berat segar tanaman bagian atas dan
panjang daun terpanjang. Berat kering sebesar 30% berat segar ditemukan secara
konstan pada periode nursery, sehingga panjang daun terpanjang berkorelasi
dengan berat kering.
Luas daun merupakan parameter yang sangat berguna.
Area daun menyirip, pada seedling yang lebih tua, dapat diperkirakan dengan
metode Hardon et al.(1969). Sebelumnya, daun berbentuk lanset, panjang
dan lebar daun terbesar merupakan perkiraan luas yang bagus. Luas area riil
mempunyai proporsi konstan, sekitar 0,57 dari produk ini, tetapi pada
pengukuran luas daun relatif, faktor koreksi ini tidak diperlukan.
Pengukuran berat kering daun atau luas daun sekali
saja hanya mempunyai nilai komparatif yang kecil; akan lebih baik jika
pengukuran dibuat dalam beberapa kali waktu sehingga tingkat pertumbuhan dapat
diukur. Tingkat pertumbuhan absolut, pertambahan berat atau luas per
satuan waktu dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sedling
kelapa sawit. Tingkat pertumbuhan absolut pada seedling akan terus meningkat
dan seiring dengan pertambahan umur seedling.
Pada pertumbuhan eksponensial, tingkat pertumbuhan
relatif (Rw pertambahan berat kering per satuan berat kering per
satuan waktu) konstan, kontras dengan tingkat pertumbuhan absolut, dan
dapat menggunakan pengukuran pertumbuhan seedling yang lebih atau kurang
independen terhadap umur dan ukuran seedling. Pada kenyataannya, Rw
jarang konstan, tetapi lebih bermanfaat dibanding tingkat pertumbuhan absolut.
Tingkat pertumbuhan relatif dapat dihitung dari berat kering (W1 dan
W2) pada dua waktu (t1 dan
t2) sebagai berikut:
Rw =
(ln W2 – ln W1)/(t2
– t1)
Persamaan yang mirip
dipergunakan pada pengukuran tingkat pertumbuhan area daun (Ra
tingkat penambahan area / luas daun per satuan area) dari dua kali pengurukan
area daun. Pengukuran Rw
dari berat segar; menunjukkan bahwa berat kering konstan terhadap berat segar.
Daun kelapa sawit diproduksi dalam sekuen regular dari
satu set pengukuran. Mereka memperkirakan bahwa dari area dua daun consecutive,
dan diasumsikan tingkat konstan produksi daun, nilai rerata Ra
dapat diperkirakan, yang nilainya sebagai kriteria seleksi seedling.
Ketika kedua perkiraan area daun dan berat kering
telah tersedia, dua parameter selanjutnya dapat dihitung, yaitu rasio luas daun
(F) dan tingkat asimilasi bersih (E). Pada beberapa waktu, Rw
= E.F dan E dan F sangat membantu dalam menjelaskan variasi Rw.
Rasio luas daun adalah rasio luas daun terhadap berak
kering, A/W, dan memberikan perkiraan proporsi jaringan fotosintetik terhadap
jaringan non-fotosintetik. Bahwa harus dibuat peningkatan F melalui seleksi,
dan seleksi tertentu mungkin ditampakkan pada tahap seedling.
Tingkat asimilasi bersih, tingkat produksi bahan
kering per satuan luas daun,menunjukkan perkiraan produksi asimilasi bersih.
Pada tanaman dewasa, pengukuran E adalah nilai yang terbatas, sedangkan hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda, tetapi selama pertumbuhan seedling
dalam lingkungan nursery yang relatif seragam, ini menunjukkan bahwa perbedaan
dalam E akan menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat fotosintetik. Maka E juga
dianggap sebagai kriteria seleksi seedling.
Rumus pendekatan untuk penghitungan E tergantung pada
hubungan antara luas daun (A) dan berat kering (W). Pada seedling kelapa sawit,
hubungan ini hampir linear, dan persamaan 2 dapat dipergunakan:
E = (W2 – W1)
(ln A2 – ln A1)/(A2 – A1) (t2 – t1)
Parameter kelima yang menarik adalah rasio
akar/batang, dihitung dari berat kering akar dan batang dan daun, tetapi sejauh
yang diketahui, rasio ini merusak tanaman.
Dalam rangka seleksi seedling, parameter Rw, Ra , F
dan E, perkiraan di atas dapat dipergunakan, tetapi ditekankan bahwa penemuan
suatu parameter yang mudah diukur tidak mencukupi. Hal ini juga penting untuk
menunjukkan bahwa ada variasi yang banyk pada parameter, dan nilai seedling
berkaitan dengan beberapa karakteristik tanaman kelapa sawit dewasa.
Pada beberapa eksperimen di nursery, menarik untuk
mendiskusikan lebihd ari satu parameter. Prosedur terbaik kemudian dapat
dipergunakan sebagai pengukuran secara berkala (mingguan atau bulanan), dan
kurva yang tepat untuk hubungan antara luas daun dalam waktu, berat kering
dalam waktu, dengan analisis regresi. Parameter tingkat pertumbuhan dapat
diperoleh melalui diferensiasi.
Pada publikasi, tingkat pertumbuhan relatif jarang
digunakan, tetapi metode pengukuran tingkat pertumbuhan dapat menghasilkan
kesimpulan berdasarkan eksperimen (Tabel 3.1). Terlihta bahwa seedlingdalam
jumlah banyak mempunyai luas area yang lebih besar pada 124 hari setelah tanam,
dan tingkat pertumbuhan absolut pada periode 30 – 124 hari; mungkin bisa
disimpulkan bahwa pertumbuhan daun terhambat oleh polibag yang kecil.
Bagaimanapun ada perbedaan luas daun setelah 30 hari, dan kalkulasi tingkat
pertumbuhan luas daun relatif menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan.
Kesimpulan yang tepat adalah antara 30 – 124 hari ukuran polibag tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan luas daun. Alasan perbedaan pada luas daun
inisial belum diketahui, tetapi nampaknya bukan pengaruh perbedaan polibag.
Tabel 3.1
Tipe nurery
Berdaarkan data di atas, terdapat bukti bahwa nursery
dengan polibag satu tahap (dengan penanaman langsung banyak biji yang
berkecambah dalam satu polibag besar) memberikan pertumbuhan yang lebih baik
dibanding nursery dua tahap (penanaman dalam polibag kecil, diikuti
transplanting pada polibag besar setelah 3 – 4 bulan). Misalnya, data
lain memperlihatkan hambatan pertumbuhan akar pada polibag kecil dan tingkat
asiilasi yang lebih rendah. Pertumbuhan di nursery (3 bulan etelah eedling
dipindah di tanah) mungkin lebih baik dibanding nursery satu tahap polibag,
tetapi stress transplanting biasanya terjadi setelah ditanam dari nursery, dan
satu tahap nursery merupakan metode terbaik.
Ukuran biji
Selama 4 bulan pertama sesudah berkecambah,
pertumbuhan seedling dari biji berukuran medium dan besar lebih baik dibanding
yang berasal dari biji berukuran kecil. Luas 4 daun pertama seedling sangat
berkorelasi dengan berat kernel. Biji bear mempunyai embrio yang lebih besar
pula, yang dengan Rw konstan, maka akan diperoleh seedling yang lebih
besar; Rw dan Ra
juga lebih besar, karena cadangan makanan biji besar lebih banyak. Selanjutnya,
antara 4 – 8 bulan, tanaman dari biji kecil mempunyai Rw , Ra ,
dan E. Seiring dengan waktu di penanaman (13 bulan setelah berkecambah)
perbedaan menjadi tidak nyata antara tiga kelompok tanaman, mungkin karena
kompetisi di nursery mulai terjadi pada plot biji besar, dan selanjutnya yang
medium, baru yang kecil.
Umur seedling
Penurunan yang cepat pada Rw dan
Ra terjadi selama 6 – 8 minggu pertama setelah
berkecambah dengan penurunan yang bertahap (Gb 3.2). Nilai tinggi terlihat
selama eriode ketika kecambah memanfaatkan cadangan makanan dari endosperm,
dibandingkan dari hasil fotosintesis berdasarkan berat batang dan akar.
Jika haustorium dan kernel diikutkan, Rw awal
mungkin negatif, selama kecambah dan biji kehilangan berat selama beberapa
minggu sesudah berkecambah. Pda waktu kecambah mulai autotrof sempurna, Rw rendah
dan menurun secara nertahap seiring dengan pertambahan umur selama periode
prenursery.
Penurunan Rw
seiring dengan umur diharapkan pada lingkungan yang konstan jika rasio luas
daun menurun sesuai umur. Bagaimanapun, penurunan Rw
sesuai umur tanaman tidak selalu dapat diitemukan pada kelapa sawit,mungkin
karena pengaruh transplanting.
Pada penelitian biji yang dikecambahkan pada polibag
besar dan tanpa transplanting ditemukan Rw
meningkat selama melewati periode transplanting.
Kecambah yang ditransplanting pada umur 4 bulan
menemukan bahwa Rw dan E meningkat setelah 31 minggu, sedangkan F
menurun. Pertumbuhan terlihat setelah 10 – 15 minggu recovery setelah
transplanting, ditambah radiasi matahari pada musim kemarau. Hasil ini
menunjukkan bahwa satu tahap nursery tanpa transplanting terbukti lebih baik.
Naungan dan radiasi matahari
Bebeapa bentuk naungan ering dipergunkan di nursery,
terutama untuk mengurangi kejadian penyakit ’blast’. Pada kondisi
ternaungi, maka produk asimilat menurun, dan meskipun rasio luas daun
meningkat, Rw menurun. E cenderung naik seiring dengan peningkatan
radiasi matahari lebih dari 4 bulan meskipun ada enemukan bahwa Rw tetap
pada radiasi matahari harian selama 6 bulan
Ketersediaan air tanah
dan kelembaban atmosfer
Pada suhu 25˚C
pada lingkungan yang terkontrol, terdapat beda yang kecil dalam panjang daun
antara seedling yang tumbuh pada kelembaban udara 60% dan 80%. Pemasukan air lebih banyak 60% pada seedling di
atmosfer yang lebih kering
Apabila pF tanah lebih besar dari 3,0 (tekanan
kebasahan tanah = 1 atm), maka terjadi penutupan stomata. Diketahui bahwa
tekanan ketersediaan air tanah pada kondisi ini dapat berkembang dalm 2 hari
setelah penyiraman pada seedling dengan polibag besar (umur 1 th). Lebih
dari periode 5 bulan, rerata tingkat asimilasi bersih pada sedling polibag
menurun secara linear sesuai dengan bertambahnya jumlah hari yang tanpa
penyiraman.
Gambaran tersebut menunjukkan pentingnya penyiraman
pada nursery polibag, dimana volume tanah dipenuhi oleh perakaran seedling
sehingga sangat terbatas. Jika irigasi harian tidak memungkinkan, maka
digunakan nursery lapangan sehingga volume tanah lebih besar.
Berapa banyakkah air yang dibutuhkan. Evapotranspirasi
dari nursery lapangan di Nigeria lebih dari 4,5 mm air per hari selama musim
kemarau. Pada nursery polibag bisa diperkirakan evapotranspirasinya melalui
berat seluruh tanaman dan polibag pada interval tertentu.
Temperatur
Tingkat pertumbuhan (yang diukur melalui panjang daun)
bertambah sesuai dengan temperatur, pada lingkungan yang terkontrol. Pada suhu
15˚C pertumbuhan terhambat dan sebagian seedling mati.
Pada suhu 17,5˚C pertumbuhan sangat lambat, tetapi tidak terhambat,
dan panjang daun bertambah secara linear pada suhu yang meningkat, dan terbaik
pada suhu 28˚C.
Jarak tanamn
Pengukuran produksi berat kering (crop growth rate/
tingkat pertumbuhan tanaman = C) pada nursery polibag pada jarak tanam
tertentu. Indeks luas daun (leaf area index = L) sekitar 8 dengan C sekitar 0,6
g/dm2 luas tanah per minggu. Ditemukan hasil yang serupa pada tanaman dewasa,
yaitu C = 0,7 g/dm2/minggu pada L optimum 10 – 12. Pada percobaan seedling,
ditemukan L ceiling = 20, dimana produksi bahan kering bersih menurun mendekati
zero; hal ini berarti produksi daun baru setara dengan daun tua yang mati.
Ditemukan nilai maksimum C pada L optimum = 3 dan dengan L ceiling = 5,2.
Penjelasan untuk L optimum yang rendah terletak pada
struktur morfologi dan kanopi. Kedalaman kanopi menentukan, sekitar 30 cm pada
nursery, dibandingkan lebih dari 1 m pada tanaman dewasa. Pada nilai L sama,
kanopi yang dalam akan menerima penetrasi cahaya yang lebih baik pada daun yang
lebih rendah. Umur seedling perpengaruh: pada seedling umur 12 minggu, dun
hampir semuanya menyirip, bagian utama daun terdiri dari helai daun yang
bifurcat. Sekali lagi, penetrasi cahaya akan lebih baik menembus kanopi dari
helai daun yang dangkal (narrow). Hal ini mungkin bahwa sudut helai daun
berubah sesuai dengan umur seedling, menjadi hampir horizontal pada tanaman
dewsa. Implikasinya bahwa
terjadi peningkatan L optimum sesuai dengan pertumbuhan seedling.
Dari pembahasan tersebut, jarak tanam yang digunakan
dalam nursery tergantung pada periode nursery yang diharapkan. Pada penanaman
lapangan 12 – 14 bulan sesudah berkecambah, jarak yang baik adalah 75 cm antar
polibag, tetapi sebagai antisipasi penanaman lapangan selanjutnya, diperlukan
jarak tanam yang lebih lebar. Seedling yang terlalu rapat (overcrowding) akan
menyebabkan etiolasi serta serangan penyakit lebih besar.
Jarak tanam tersebut akan memberikan hasil luas daun
sekitar 4 pada akhir piode nursery, lebih rendah dari produksi bahan kering
optium, tetapi menghasilkan tanaman yang sehat untuk transplanting,
dibandingkan apabila memaksimalkan produksi bahan kering per satuan area.
Pemeliharaan nursery
Seedling kelapa sawit membutuhkan semua nutrisi
mineral seperti tanaman dewasa, tetapi memerlukan tanah yang subur dan
kebutuhan pupuk rendah.
gejala defisiensi pada seedling bervariasi tergantung
tipe tanah untuk nursery. Diketahui bahwa nitrogen dan fosfat paling
dibutuhkan, sedangkan pemupukan yang berlebihan justru membahayakan kehidupan
seedling.
Transplanting
Transplanting dari nursery polibag sederhana dan
masalahnya terletak pada kekeringan sesaat setelah penanaman, maka dibutuhkan
antitranspirant sebelum transplanting, dapat menggunakan senyawa yang
menyebabkan stomata menutup, yang akan mengurangi kehilangan air.
Saat transplanting yang tepai, lebih melihat pad
tinggi tanaman dibanding umurnya. Kombinsi antara metode nursery yang berbeda
serta waktu yang berbeda dapat memberikan ukuran yang sama pada umur yang
berbeda. Nilai optimal transplanting diukur dari luas daun. Tujuannya adalah
meminimalkan interval antara penanaman lapangan dengan awal masa produksi buah.
Biaya nursery yang lebih lama masih lebih rendah dibanding biaya pemeliharaan
tanaman immatur di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar