Sabtu, 23 Juli 2016

Kelapa Sawit Lengkap











 

 




Sejarah Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia
                    
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1910.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Pengertian Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

§  Karakteristik Kelapa Sawit

1.    Daun
Daunnya merupakan daun yang majemuk. Berwarna hijau tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya termasuk majemuk menyirip, tersusun rozet pada ujung batang.

2.   Batang
Batang tanaman  diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.

3.   Akar

Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

4.   Bunga

Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan

5.   Buah

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah.

Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 - 40 persen.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

a.       Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.

b.      Mesoskarp, serabut buah

c.       Endoskarp, cangkang pelindung inti

 Cara Pembudidayaan Kelapa Sawit

1.  Syarat Tumbuh

Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara maksimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.


a.  Iklim

·         Curah Hujan dan Kelembaban

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah tropik, dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah pertanaman yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di atas permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan produksinya pun akan rendah.

·         Penyinaran Matahari

Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5 jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal baik karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang tinggi dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.

·         Suhu

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa sawit berada antara 25-27 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah hasil yang diperoleh. Suhu, dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.

b.  Tanah

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal bergantung pada karakter lingkungan fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut tipis.
Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit ditentukan oleh dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah.

·         Sifat Fisis Tanah

Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah.
Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis tanah di antara tipe-tipe tanah memang relatif sulit.

·         Sifat Kimia Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH 4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral dengan lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH rendah.

§  Cara Pemeliharaan Kelapa Sawit

Pemeliharaan tanaman merupakan hal yang sangat penting dalam usaha budidaya tanaman karena menentukan masa perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Perawatan tidak hanya ditujukan pada tanamannya, tetapi juga pada media tanah pada lahan pertanaman tersebut. Perawatan tanaman kelapa sawit meliputi penyulaman, pembuatan piringan, penanaman tanaman sela, pengendalian gulma, pemangkasan, pemupukan, dan penyerbukan buatan.

§  Hasil Olahan dari Kelapa Sawit

Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan tersebut antara lain:

1.     Menjadi sumber minyak nabati termurah karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi.

2.    Dibanding minyak lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi.

3.    Dibanding minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri pangan, maupun pada industri non pangan.

4.    Kandungan gizi minyak kelapa sawit lebih unggul daripada minyak nabati lainnya.

§  Pemasaran Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi yang sangat menguntungkan, sehingga perluasan areal sangat maju pesat. Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejumlah pabrik dengan kapasitas produksi minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran yang sudah ditunjuk bersama, sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan besar, baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk olahan, yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang atau industri dalam negeri.

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat yang hasil produksinya terbatas, penjualan sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke industri pengolah. Oleh karena itu, petani harus menjualnya melalui pedagang tingkat desa atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke industri pengolah. Penjangnya rantai pemasaran hasil perkebunan rakyat ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diperoleh para petani relatif kecil.

§  Kandungan yang Terdapat dalam Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting, di samping kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, dan sebagainya. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang menjanjikan. Minyak kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan manusia, seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya.

Minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam proses selanjutnya akan menghasilkan fraksi olein, stearin, dan fatty acid. Olein dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng, stearin digunakan untuk pembuatan mentega, sedangkan fatty acid dalam pengembangannya dapat digunakan sebagai bahan dasar oleokimia.

§  Manfaat Kelapa Sawit

Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai sakah satu bahan bakar.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan tersebut antara lain:

a.    Menjadi sumber minyak nabati termurah karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi.

b.    Dibanding minyak lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi.

c.    Dibanding minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri pangan, maupun pada industri non pangan.

d.    Kandungan gizi minyak kelapa sawit lebih unggul daripada minyak nabati lainnya.

§  Penjelasan Tambahan

African Oil Palm (Elaeis guineensis)
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
  • Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  • Mesoskarp, serabut buah
  • Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Penjelasan Tambahan

Syarat hidup
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
Tipe kelapa sawit
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari
  • Dura,
  • Pisifera, dan
  • Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.
Hasil tanaman
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Hama dan penyakit
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). [3] Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. [4] Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. [5] Selain hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi. [6]


Fisiologi Kelapa Sawit

Daun (‘blarak’ Jw)
Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk dengan bagian-bagian:
  1. Pelepah daun (upih daun, vagina), terdapat memeluk batang
  2. Ibu tangkai daun (petiolus), berbentuk pipih dengan duri/spina pada kedua sisi
  3. Rachis, adalah petiolus yang mendukung anak daun (tangkai anak daun).
  4. Helai anak daun, pada pangkal ibu tangkai daun, beberapa helai anak daun tidak berkembang, dilanjutkan dengan deretan helai anak daun yang berkembang sempurna. Helai anak daun mempunayi panjang 55 – 65 cm, kadang mencapai 100 cm dengan lebar 2,5 – 4 cm, tersusun menyirip.
  5. Daun mempunyai kutikula yang tebal dan resisten terhadap uap air.
  6. Stomata hanya terdapat pada epidermis bawah helai anak daun.
  7. Pad awal pertumbuhan daun, terdapat ligula di bagian atas petiolus, kemudian ligula akan menyatu dengan bagian basal rachis. 
  8. Pemberian nomor pada daun dimulai dari daun yang paling muda diberi nomor 1, daun berikutnya yang lebih tua diberi nomo2, dan seterusnya. Calon daun di atas daun nomor 1 diberi nomor 0. Apabila calon daun berkembang menjadi daun muda, maka penomoran akan bergeser satu kali.  Demikian seterusnya. Sistem penomoran ini disesuaikan dengan umur fisiologis daun. Dengan demikian, akan terjadi tahap sama terhadap perkembangan daun, dari inisiasi sampai penuaan.
  9. Diferensiasi dan pemasakan daun terjadi dengan arah basipetal.
  10. Pada kelapa sawit, rachis memanjang penuh pada status daun 0, sedangkan helai anak daun berkembang penuh pada status daun1. Meskipun demikian, petiolus akan memanjang terus sesudah rachis memanjang penuh.
  11. Pada daun termuda, bagian pangkal tidak mengalami lignifikasi, sehingga apabila daun di bawahnya dihilangkan, maka daun termuda tersebut tidak mampu menyangga helaiannya.

Leaf area (Luas daun)
Ø  Ukuran daun berkembang secara progresif selama 8 – 10 tahun sesudah tanam, dan mencapai luas maksimum pada umur tanaman 10 tahun.
Ø  Setelah umur ini, masih ada perkembangan, akan tetapi sudah tidak maksimum lagi, sampai umur tanaman 17 tahun.
Ø  Umur optimum tanaman dan perkembangan daun maksimum dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu kesuburan dan kandungan air tanah.
Ø  Pupuk nitrogen dan kalium mampu meningkatkan luas daun. Selain itu, diketahui bahwa
Ø  Cekaman air mempengaruhi luas daun,  yang berkaitan dengan penutupan stomata.
Ø  Peningkatan luas daun yang seiring dengan umur tanaman kelapa sawit disebabkan oleh penambahan jumlah anak daun dan ukuran rata-rata anak daun
Ø  Panjang daun mencapai maksimum lebih cepat dibanding lebar daun




Pengukuran luas daun
Ø  Pengukuran luas daun dapat dilakukan dengan melakukan penghitungan perkiraan berdasarkan berat daun pada luas tertentu.  Kemudian seluruh daun ditimbang. Luas seluruh anak daun dihitung berdasarkan berat total anak daun dan berat luasan tertentu anak daun.
Teknik pengukuran luas daun tanpa merusak daun dengan cara sebagai berikut:
Ø  Dibuat rerata panjang dan lebar daun pada titik tengah anak daun dari sampel anak daun terbesar, kemudian dihitung jumlah total anak daun pada satu petiolus.
Ø  Produk = panjang x lebar x jumlah anak daun. Cara ini dikenal dengan nama ’luas area relatif’. Faktor koreksi merupakan perkiraan luas area sesungguhnya  dari luas area relatif.  Faktor koreksi menurut Hardon et al.  sebesar 0,51 – 0,57, sedangkan Mendham menemukan faktor koreksi sebesar 0,54 – 0,59.
Ø  Presisi akan lebih baik, apabila pengukuran luas daun diterapkan pada 6 helai anak daun, dibandingkan 1 anak daun.
Ø  Meskipun demikian, teknik dari Hardon tersebut masih  dikembangkan lagi.

Pengukuran daun teknik lain
Ø  Pengukuran daun dapat juga dengan cara
Ø  pengukuran panjang rachis, berat rachis, panjang anak daun, dan seterusnya.
Ø  Pengukuran yang paling bermanfaat adalah melalui luas penampang melintang rachis dan petiolus pada daun terbawah. Penampang melintang ini berupa triangular (segitiga) dan dapat diukur lebar dan kedalamannya secara tepat.
Ø  Ruer & Varechon (1964) memperlihatkan bahwa lebar petiolus pada titik ini berkorelasi dengan rerata berat dan jumlah tandan.
Ø  Pengukuran penampang melintang petiolus ini sangat mudah dan cepat dengan menggunakan kaliper (jangka sorong), dan terbukti bermanfaat untuk memperkirakan pertumbuhan vegetatif, terutama pada tanaman belum menghasilkan (TBM).
Ø  Gb 2 memperlihatkan trend penampang melintang petiolus dibandingkan dengan umur tanaman.
Ø  Berat kering daun daun juga terlihat ada hubungan dengan penampang melintang petiolus dan tidak berhubungan dengan umur tanaman serta perlakuan, dan hal ini berlaku sampai dengan daun 25.
Ø  Meskipun dimensi rachis dan helai anak daun tidak berubah oleh umur daun, kandungan bahan kering dan petiolus bertambah. Pada daun tua, berat keringnya merupakan berat kering akhir yang dicapai oleh sehelai daun.
  

Tingkat produksi daun
Ø  Tingkat produksi daun bervariasi sesuai dengan umur tanaman (gambar 3).
Ø  Tingkat maksimum yaitu lebih dari 40 daun per tahun dicapai selama 1 – 2 tahun dan menurun antara 18 – 24 daun per tahun.
Ø  Ada pengaruh iklim terhadap produksi daun. Selama musim kemarau, pembukaan helai daun terlambat meskipun daun secara kontinu memanjang dan mengakumulasi pada tahap ’tombak’. Pada musim  hujan, tunas daun membuka diikuti dengan perkembangan struktur daun yang normal. Hal tersebut merupakan bagian kecil dari perbedaan oleh perubahan musim tahunan.
Ø  Pada tanaman dewasa, ditemukan produksi 20 – 24 daun  dalam satu tahun.
Ø  Produksi daun per tahun berbeda-beda tergantung iklim dan curah hujan daerah setempat.
Ø  Selain oleh curah hujan, pemupukan nitrogen juga mempengaruhi produksi daun.
Ø  Semakin subur suatu tempat, maka produksi daun semakin meningkat. Defoliasi akan meningkatkan produksi daun, tetapi menurunkan ukuran daun.
  
Durasi / masa hidup daun
Ø  Jumlah total daun pada skala perkebunan tergantung pada metode panen dan prunning.
Ø  Pada kondisi tanaman tanpa prunning, maka durasi / masa hidup daun tergantung pada intensitas cahaya yang mencapai daun melewati kanopi.
Ø  Pada penanaman dengan kepadatan tinggi, maka  masa hidup daun lebih pendek. Pada Pada kepadatan penanaman normal yaitu 140 – 150 tanaman per hektar, tanpa prunning, penuaan daun pada daun 48 – 50. Pada kepadatan tinggi, penuaan daun menjadi lebih awal, yaitu pada daun 35.
  
Batang
Ø  Pertumbuhan awal batang kelapa sawit merupakan fase pertambahan diameter pada pangkal batang dengan satu meristem terminal.
Ø  Seperti fungsi batang pada umumnya, batang kelapa sawit mempunyai fungsi sebagai pendukung bagian tumbuhan di atas tanah (daun dan bunga), sebagai tempat arus air, unsure hara dan makanan melalui berkas pengangkut (fungsi transportasi) dan dapat juga berfungsi sebagai tempat makanan cadangan.
Ø  Struktur morfologi batang bulat, tersusun oleh pangkal batang yang serupa bonggol, batang yang memanjang tertutup oleh pelepah daun.
Ø  Struktur anatomi batang, dari luar berturut-turut: kulit batang yang dibentuk oleh pelebaran pelepah yang mengelilingi batang, perisikel yang merupakan batas silinder pusat, serta silinder pusat yang terdiri dari berkas-berkas buluh pengangkut, seperti struktur anatomi batang Monocotyleoneae pada umumnya.
Ø  Batang kelapa sawit tidak mempunyai cambium dan tanpa percabangan.
Ø  Kadang-kadang seolah-olah muncul cabang yang sebenarnya adalah pertumbuhan meristem apex yang rusak.
Ø  Tunas mempunyai diameter 10-12 cm dengan panjang 2,5 – 4,0 cm pada ujung batang dengan meristem apikal, terlindung oleh pelepah dari daun yang belum membuka.
Ø  Serangan hama kumbang dapat merusakkan meristem apical.
Ø  Seperti umumnya pada tanaman Palmae, batang tanaman kelapa sawit terdiri atas suatu massa berkas pengangkut yang diselubungi oleh jaringan parenkim.
Ø  Tidak ada penebalan sekunder, dan  diameter pangkal hampir sama dengan diameter pucuk.
Ø  Meristem apikal terletak tepat pada pucuk batang, memproduksi primordia daun, batang, dan bunga majemuk. 
Ø  Penebalan batang ditentukan oleh meristem penebalan primer, yang terletak tepat di bawah meristem apex dan ditentukan oleh aktivitas meristem dan pangkal daun.
Ø  Formasi depresi pucuk juga ditentukan oleh aktivitas meristem tersebut.
Ø  Pada tahun pertama dan kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan menebal lebih dominan, memberikan pelebaran pangkal batang hingga mencapai diameter 60 cm.
Ø  Di atas pangkal batang selanjutnya diameter mengecil, sekitar 40 cm dan pertumbuhan memanjang terjadi lebih cepat.
Ø  Biasanya, batang kelapa sawit tumbuh memanjang 35 – 75 cm tiap tahun, ditentukan oleh kondisi pertumbuhan dan variasi genetik.
Ø  Pada awal pertumbuhan batang sampai berumur 3 tahun (fase 1) , batang tidak nampak karena tertutup pelepah,
Ø  Pada tahap pertumbuhan berikutnya (fase 2), pertambahan panjang batang mencapai kecepatan tumbuh 25 – 50 cm/ tahun hingga berumur 12 tahun dengan diameter pangkal batang 75 cm dan ujung batang 22 cm.
Ø  Tingkat produksi daun dan pertumbuhan batang terlihat independen; panjang internodus bervariasi 14 – 23 mm atau 15 mm pada umur 4,5 tahun sampai 25 mm pada umur 10,5 tahun.

Ø  Data berat kering batang kelapa sawit bervariasi pada umur yang berbeda. Rerata kepadatan batang (berat kering) bertambah sesuai dengan umur tanaman. Kandungan bahan kering bervariasi dari pangkal hingga pucuk batang, serta dari tengah hingga bagian luar batang.

Ø  Batang tertutup oleh pangkal daun tua sampai tanaman kelapa sawit berumur 11 – 15 tahun. Pada waktu ini, sisa pangkal batang gugur, biasanya dari tengah batang ke arah atas dan bawah. Batang yang telah tua pada umumnya telah bebas dari perlekatan pangkal daun, kecuali bagian yang terletak di bawah tajuk.

Ø  Sistem berkas pengangkut kelapa sawit memperlihatkan struktur batang Monocotyledoneae yang memiliki sistem berkas pengangkut luar dan dalam.
Ø  Pada batang kelapa, sistem dalam terdiri dari sekitar 20.000 berkas pengangkut dan sistem luar terdiri dari sejumlah berkas serabut kortikal.
Ø  Berkas pengangkut semuanya menuju ke daun serta ke arah pangkal daun tua, tetapi sebelum basuk ke daun, setiap berkas memproduksi beberapa percabangan yang bergabung dengan berkas di sebelahnya. Dengan demikian, terjadi saling hubungan antara semua berkas pengangkut dan bagian lain dari batang dalam bentuk kontak vaskular secara langsung.
Ø  Pada tanaman kelapa yang besar, seperti pada kelapa sawit, berkas pengangkut yang baru muncul pada sistem luar, dan sejumlah berkas pada irisan melintang batang pada ketinggian berbeda akan nampak sama. Percabangan berkas dari berkas utama selain masuk ke daun juga menuju bunga aksilar serta menuju ketiak daun lain yang lebih tinggi pada batang.

Ø  Satu sistem berkas pengangkut palma adalah daya hidup sel-sel floem yang lama.
Ø  Sel-sel tersebut bertanggungjawab atas transpor hasil asimilasi ke arah bawah
Ø  Pada tanaman Dicotyledoneae dengan penebalan sekunder akan diganti setiap tahun atau pada masa hidupnya 5 -10 tahun.
Ø  Pada palma, tanpa pertumbuhan sekunder batang, sel-sel harus tetap berfungsi sepanjang hidupnya. Misalnya pada palma Sabal dan Cocos, floem mempunyai umur hingga 50 tahun.
Ø  Perbedaan dari floem berumur pendek pada sebagian besar Angiospermae adalah pada tidak adanya ’slime’ dan kalose (suatu polisakarida), keduanya berasosiasi/ bergabung dengan penyumbatan buluh tapis antara buluh tapis yang berdekatan. Hanya pada berkas yang menuju ke arah daun yang gugur atau mati menunjukkan adanya kalose, mengawali rusaknya dinding buluh tapis dan berhenti dengan adanya pertumbuhan sel-sel parenkim ke arah luar.
Ø  Pada floem sejumlah tanaman palma, termasuk kelapa sawit, dapat ditemukan sisa-sisa kalose pada beberapa tapisan yang berperan dalam buluh tapis. ’Slime’ ditemukan pada buluh tapis beberapa spesies, tetapi tidak ditemukan pada kelapa sawit.

Filotaksis
Filotaksis atau aransemen/ tata letak daun pada batang nampaknya perlu perhatian, karena pola pola tersebut sering ditunjukkan oleh pangkal daun yang berkayu dan kuat. sejumlah tulisan telah membahas filotaksis pada tanaman kelapa sawit.

Pada tanaman kelapa sawit, seperti juga pada sejumlah besar tanaman lain, primordia daun diproduksi dengan pola spiral pada pucuk batang; spiral ini dikenal sebagai spiral genetik. Tiap primordia daun dipisahkan dari yang lain pada spiral genetik dalam sudut tertentu, yang disebut sudut divergen sekitar 137,5˚ (disebut sudut Fibonacci). Pada suatu tanaman, deret Fibonacci selalu konsisten ke arah kanan atau kiri dari primordia sebelumnya.

Pada umunya di pucuk, variasi set spiral atau pirositik dapat digambarkan melewati primordia yang berdekatan atau melalui pangkal daun dewasa yang berdekatan. Set spiral ini mengikuti seri Fibonacci 1 : 1 : 2 : 3 : 5 : 8 : 13 : 21 ......, setiap angka merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, umumnya setiap set mempunyai 8 parasitik, tetapi ada juga yang mempunyai 5 atau 13 atau 21 parasitik.
Pada tanaman yang tumbuh baik, dua set spiral akan terlihat, delapan ke satu arah, 13 ke arah lain. Pengaturan demikian disebut (8 + 13). Jika pangkal daun dihitung sesuai urutan terbentuknya (spiral genetik) maka akan jelas, bahwa setiap 8 daun nampak mempunyai spiral yang mirip, sedangkan pada jalur lain, setiap 13 daun  nampak terletak pada spiral yang sama (lebih vertikal). Jarak antara dua daun dalam 13 sppiral atau parasitik adalah ukuran waktu terbentuknya 13 daun dan diistilahkan plastocjhrone. Parasitik ain dapat terlihat pada palma (Gb 2.3) – tiga misalnya, tetapi jumlah parasitik yang lebih banyak mempunyai posisi yang lebih vertikal. Misalnya 21 parasitik  yang hampir vertikal dapat dibedakan pada diagram. Spiral daun pada dua arah, ke arah kiri atau kanan, hampir 53% tanaman ke arah kiri. Tetapi ada bukti bahwa arah ini tidak genetis.

Penelitian lebih modern mengenai filotaksis pada kelapa sawit berdasarkan pada Index Phyllotaxis oleh Richard yang dihitung dari ratio plastochrone, adalah ratio antara jarak transversal primordium dari pusat dan dari  primordium terdekat. Lebih sederhananya, suatu index filotaxis yang ekuivalen dapat dihitung dari radius silinder tanaman palma dan jarak longitudinal yang memisahkan dua daun yang terpisah oleh spiral genetik. Modifikasi index ini dihasilkan dari tingkat perbedaan pertumbuhan longitudinal dan radial selama perkembangan dan mungkin menyertakan penyebab fisiologi.


Filotaksis dapat ditentukan secara unik ke dalam istilah sudut divergensi dan rasio plastochrone, yaitu rasio jarak antara dua primordia berturut turut dari pusat apikal. Indeks filotaksis ditentukan berdasarkan rasioplastochrone seperti yang terlihat pada irisan melintang. Indeks filotaksis ekuivalen (Equivalent phyllotaxis index = EPI) adalah suatu pengukuran filotaksis berdasarkan permukaan apikal aktual. Pada batang silindris, EPI merupakan fungsi dari jari-jari batang dan panjang internodus. Rasio plastochrone tergantung pada tingkat pertumbuhan jari-jari dan tingkat produksi daun; pada beberapa keadaan, deduksi / keputusan dapat dibuat mengenai volume tingkat pertumbuhan jaringan apikal. Pengukuran EPI pada kelapa sawit dan perkiraan volume tingkat pertumbuhan relatif apex tidak lebih dari 1,4% per hari; yang menarik, nilai ini sesuai dengan tingkat pertumbuhan berat kering seedling kelapa sawit.

Tata letak filotaksik spikelet pada axis inflorescentia dan bunga pada spikelet diamati dengan model EPI pada Plamae pisifera pada inflorescentia muda, meskipun akan terjadi kegagalan pemasakan tandan. Korelasi terdapat antara EPI dan berat tandan pada dura dan tenera, sementara EPI pada inflorescentia pisifera seperti pada EPI dura dan tenera.

Kemungkinan penggunaan EPI untuk seleksi hibrid interspesific E. guineensis x E. oleifera yang dibandingkan dengan E. guineensis , dan mencari perbedaan pada rasio yang sama seperti pada komponen hasil misalnya berat tandan. Bagaimanapun, rasio yang mirip antara rerata tidak berkorelasi dengan jenis sehingga tidak dapat dipergunakan untuk seleksi.

Perakaran 
Kelapa sawit mempunyai sistem perakaran akar serabut (adventitious root; akar adventif) yang tumbuh dari pangkal batang. Sistem akar serabut adalah sistem perakaran yang terdapat pada tumbuhan Monocotyledoneae pada umumnya. Pada tumbuhan Monocotyledoneae, akar primer (radix primer) yang muncul dari embrio akan segera mati dan digantikan oleh akar adventiv yang tumbuh bersamaan dari pangkal batang. Perakaran adventif tumbuh dan membentuk akar sekunder, tersier dan kuarter yang menyebar melingkari batang pokok.

Karangan Bunga (Inflorescentia)
Karangan bunga pada kelapa sawit merupakan tandan majemuk. Kuncup karangan bunga terbentuk pada ketiak daun, pada setiap ketiak daun terdapat satu karangan bunga, yang kemudian banyak yang gugur, sehingga beberapa ketiak daun tidak mempunyai karangan bunga. Dalam tahap perkembangannya, karangan bunga ini dapat berkembang menjadi karangan bunga betina atau jantan.

Pada awal perkembangan inflorescentia, sekitar umur 2,5 – 3 tahun, pada waktu ini, karangan bunga terselubungi oleh daun. Sesaat sebelum anthesis (polinasi), karangan bunga muncul dari ketiak daun. Anthesis terjadi di dalam ketiak daun 20 pada tanaman kelapa sawit yang berumur 2 – 4 tahun;  pada tanaman yang lebih tua, anthesis dapat terjadi pada daun yang lebih muda, sekitar daun 15 pada tanaman yang berumur 12 tahun atau lebih.

Inflorescentia jantan maupun betina mempunyai sumbu pusat, yang muncul dari pangkal                                  dua besar, diselubungi oleh bractea (spathes) yang menutup seluruh inflorescentia sampai sesaat sebelum polinasi. Bekas sumbu pusat muncul banyak bractea triangular, sebagian besar subtend cabang (spikelet). Tata letak filotaksis spikelet  pada sumbu utama bunga jantan maupun betina mirip, meskipun dapat berubah sesuai dengan umur tanaman.

Morfologi spikelet inflorescentia jantan dan betina berbeda, meskipun pada inflorescentia betina juga muncul bunga jantan yang kemudian gugur; inflorescentia jantan kadang-kadang mempunyai beberapa bunga betina pada bagian pangkal spikelet.

Tiap spikelet betina muncul sekitar 10 – 12 kelompok bunga atau kluster bunga; Kluster bunga adalah satu seri percabanagn simpodial yang terkumpul, dari tempat yang lebih tinggi secara berturut-turut, masing-masing muncul satu bracteola dari posisi sebelumnya. Gb 2.4. memperlihatkan satu kelompok trifloral kelapa sawit dengan bunga betina pada pusat/ tengah, dan satu bunga jantan kecil (biasanya gugur) pada setiap sisi. Gb 2.4b menunjukkan tata letak bagian-bagian dari kelompok tersebut. Gb 2.4c. menunjukkan diagram sistem percabangan bunga; percabangan kedua terletak ke arah kiri dari bunga betina, dan percabanagn ketiga dengan bracteola dan bunga betina, muncul dari ketiak dan tertutup olehnya.


Pada karangan bunga betina, dalam satu tandan terdapat sekitar 100 spica (spikelet) dengan lebih dari 4000 kuncup bunga.  Spikelet berkembang akropetal di dalam karangan bunga (semakin muda semakin dekat dengan ujung tandan). Tiap spikelet mempunyai 12 – 30 bunga. Tandan mempunyai seludang bunga (bractea).
Pada karangan bunga jantan, tandan mempunyai sekitar 160 spikelet, tiap spikelet mempunyai 600 – 1500 bunga jantan, sehingga jumlah total bunga jantan dalam satu tandan dapat mencapai 126.000 bunga dengan jumlah pollen sekitar 900 juta dengan berat 40g/tandan. Pada bunga jantan, terdapat duri pada ujung spikelet. Kondisi lingkungan mempengaruhi produksi tandan tersebut.  Tandan mempunyai seludang bunga (bractea).

Bunga
Bunga betina
Bunga betina tersusun oleh bracteole pada pangkal bunga, perianthium (perhiasan bunga) dan putik (stigma) yang mempunyai 3 carpella (daun buah). Sebelum anthesis, stigma menutup dan setelah anthesis stigma nampak/muncul. Stigma pada bunga yang belum dibuahi berwarna putih dan pink sampai coklat, setelah dibuahi berwarna hitam.

Bunga jantan
Bunga jantan  tersusun oleh bracteole, 3 helai perianthium (perhiasan bunga) dan 6 helai benang sari (stamen) dengan pangkal berlekatan membentuk tabung.

Sex ratio
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monoecious (berumah satu; bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon).  Sex ratio merupakan perbandingan tandan bunga betina dengan seluruh tandan. Produksi pohon tergantung dari sex ratio ini. Sex ratio ditentukan oleh genetic, umur pohon, nutrisi, pemupukan dan kondisi lingkungan.

Buah dan biji
Buah
Buah kelapa sawit termasuk ke dalam jenis buah batu (drupa). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan buah dari masa pembungaan berkisar 5 – 6 bulan. Buah muncul dari spikelet yang tersusun spiral dalam tandan yang penuh dengan berat bervariasi antara 10 – 90 kg. Buah kelapa sawit tersusun atas: 1) Perikarp (pericarpium; dinding buah) dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu: a) exocarpium/ eksokarp (kulit terluar), b) mesocarpium/ mesokarp (kulit tengah) disebut juga pulp atau cangkang dan mengandung minyak sawit, c) endocarpium / endocarp (kulit dalam) yang berbatasan langsung dengan 2) ruang biji, keras, terdiri dari a) kernel atau inti yang mengandung minyak kernel dan b) endosperm.
           
Berdasarkan warna eksokarp, buah kelapa sawit dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a). Nigrescens (yang paling umum ditemui): buah muda diujungnya berwarna violet sampai hitam, ke arah basal berwarna gading, mengandung banyak karoteoid. Dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a.1. Rubro-nigrescens: buah masak berwarna orange kemerahan gelap dengan warna coklat pada daerah ujung. A.2. Rutilo-nigrescens: buah masak berwarna orange pucat dengan warna hitam pada bagian ujung.
b). Virescens (jarang): buah muda berwarna hijau, buah masak berwarna jingga kemerahan pucat dengan ujung sedkit kehijauan. Sedikit atau tidak mengandung anthocyan.
c). Albescens (sangat jarang): buah muda berwarna hijau tua, buah masak berwarna kuning pucat atau warna gading dengan ujung berwarna kehitaman atau hijau, sedikit atau  tidak mengandung karoten.


Biji
Di antara beberapa tipe, terdapat variasi ketebalan cangkang. Dura mempunyai cangkang (shell) yang tebal, sedangkan pisifera tanpa cangkang. Tenera yang merupakan hybrid dari dura dan pisifera mempunyai cangkang tipis. Biji terdiri dari embrio yang tersimpan dalam kernel dan disebungi oleh kulit biji (testa). Biji kelapa sawit disebut nut, merupakan bagian yang tertinggal setelah minyak sawit diperas dari mesokarp. Nut mempunyai 3 karpela. Tipe kecambah kelapa sawit adalah hipogeal.

 Karakter buah kelapa sawit yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi adalah ketebalan cangkang (shell). Ketebalan cangkang diatur oleh gen tunggal. Homozigot pisifera tidak bercangkang (sh¯, sh¯); Kebanyakan tanaman pisifera gagal membentuk buah, sehingga pisifera tidak dipergunakan untuk kepentingan komersial/ konsumsi. Meskipun demikian, apabila tandan pisifera rajin disemprot dengan auksin sesudah polinasi, maka buah dapat terbentuk.

Homozigot lain adalah dura  (sh+, sh+), mempunyai cangkang tebal. Heterozigot tenera mempunyai cangkang tipis, yang dikelilingi oleh cincin serabut mesokarp. Tenera merupakan buah yang dibentuk unuktujuan komersial, karena sebagian besar perikarpnya terdiri dari mesokarp yang mengandung minyak dabandingkan dengan dura.

Perkembangan buah kelapa sawit.
Ø  Setelah  fertlisasi, bakal buah pada bunga betina akan berkembang.
Ø  Endosperm berbentuk cairan sampai umur buah 60 – 70 hari (9 - 10 minggu) sesudah polinasi, dan berbentuk gelatin /gel sampai umur buah 100 hari (14 minggu).
Ø  Berat minyak per kernel memperlihatkan peningkatan dari umur buah 70 sampai 140 hari (10 sampai 20 minggu), yaitu psampai masak.
Ø  Berat kering kernel bertambah, dan kandungan minyak mempunyai proporsi yang tetap dengan berat keringnya sejak umur buah 110 hari (16 minggu).

Test viabilitas dengan tetrazolium pada embrio dari berbagai umur buah. Test ini membedakan jaringan yang melakukan respirasi dan tidak ada respirasi, dan anehnya, ditemukan tidak adanya respirasi pada embrio muda sampai umur 110 hari sesudah polinasi, dan hal ini tidak menunjukkan viabilitasnya, oleh karena, pada umur buah 70 hari, embrio mampu tumbuh pada medium kultur jaringan.

Minyak terkandung di dalam mesokarp sebaik pada endosperm pada buah masak, tetapi minyak ini mempunyai komposisi yang berbeda, dan secara komersial, diekstraksi terpisah. Sebagian besar minyak di dalam mesokarp disintesis pada umur buah 120 hari sesudah anthesis, dan nampaknya, sintesis minyak di dalam buah berhenti pada saat buah gugur. Sintesis minyak yang terjadi sesudah panen dapat diabaikan.

Pengguguran buah terjadi pada umur buah 150 – 155 hari sesudah polinasi (5 bulan, dengan kisaran umur 120 – 200 hari sesudah polinasi, dan seluruh buah gugur dalam kurun waktu 2 – 4 minggu pada tandan besar yang masak. Pengguguran buah dapat ditunda dengan perlakuan auksin, giberelin dan ethepon, padahal diketahui bahwa etilen yang terlepas dari ethepon akan mempercepat gugurnya buah. Hal ini mungkin disebabkan carrier di dalam formulasi ethepon dibandingkan etilen. Hal ini masih memerlukan percobaan.

Hubungan antara pengguguran buah dan kandungan minyak mesokarp belum jelas, tetapi hal ini penting terhadap panen.

Perkecambahan

Perkecambahan pada biji kelapa sawit memerlukan kondisi yang dikontrol di dalam nursery, dan kecambah dipelihara selama satu tahun sebelum ditanam di lapangan. Perkecambahan biji dapat dilakukan di lapangan, akan tetapi sering mengalami kematian karena kekeringan, hama dan penyakit.

Anatomi biji kelapa sawit sebagai berikut: Biji terdiri dari embrio yang dislubungi endosperm dan dikelilingi oleh kulit biji yang tipis (testa). Kernel tersimpan di dalam cangkang (pada biji dura dan tenera). Cangkang mempunyai pori benih (germ pore), terdiri dari area cangkang yang sangat tipis yang tertutupi oleh sumbat serabut, dimana terdapat embrio. Antara embrio dan cangkang terdapat lapisan tipis endosperm dan testa yang disebut operculum.

Ketika perkecambahan dimulai, embrio memanjang, lapisan absisin di sekitar operculum hilang dan embrio menembus keluar melewati pori benih (germ pore). Pada waktu yang sama, ujung dalam embrio, haustorium, mulai tumbuh dan menyerap endosperm, kadang membentuk massa jaringan serupa spons yang mengisi kernel.

Ketika dipanen dari pohonnya, biji kelapa sawit dalam kondisi dorman. Pada kondisi alam di Afrika barat, perkecambahan terjadi secara sporadis selama kurun waktu beberapa tahun, yang melonjak setiap akhir musim kemarau. Pada kondisi di perkebunan perkecambahan diusahakan pada periode singkat dalam jumlah besar.

Embrio kelapa sawit tidak dorman dan segera memanjnag apabila sudah muncul dari kernel. Tingkat pertumbuhan rendah, dibandingkan dengan perkecambahan pada umumnya. Diketahui bahwa untuk berkecambah, embrio membutuhkan beberapa faktor pertumbuhan dari endosperm. Embrio kelapa sawit dapat tumbuh baik pada medium kultur jaringan.

Kernel utuh mempunyai sisa dorman sampai 6 bulan. Dormansi ini dapat diatasi dengan pemanasan 40˚C selama 80 hari; konsentrasi oksigen yang tinggi memacu perkecambahan jika diperlakukan sesudah perlakuan temperatur panas, tunas kecambah segera muncul pada pendinginan sesudah suhu panas. Penelitian lain memperlihatkan terjadinya 70% perkecambahan sesudah perlakuan pemanasan pada temperatur 60 ˚C selama 40 hari pada biji Deli dura,tetapi tidak semua biji mempunyai respon sama.

Meskipun metode panas kering dipergunakan dalam produksi benih, fisiologi dormansi dan perkecambahan belum diketahui secara pasti. Kemungkinan konsentrasi minimum oksigen di dalam jaringan embrio dibutuhkan untuk perkecambahan, minimum ini menurun dalam waktu pada saat ketergantungan terhadap temperatur, tetapi mengapa konentrasi minimum dibutuhkan, belum diketahui penyebabnya. Kemungkinan inhibitor perkecambahan akan rusak oleh oksidasi. Diketahui pula bahwa, pemanjangan embrio dapat terjadi pada waktu masih terjadi kontak dengan endosperm, menunjukkan bahwa setidaknya ada satu ujung yang bebas tumbuh. Jika kedua ujung masih terselubungi, maka meskipun embrio diekspose dengan udara, pemanjangan tidak terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa endosperm berpengaruh terhadap perkecambahan  secara mekanis, dan bukan karena adanya inhibitor di dalamnya. Mungkin perlakuan pemanasan memacu rusaknya lapisan absisi yang berbatasan dengan operculum yang mengurangi kekuatan embrio untuk menembus lapisan. Oksigen mungkin dibutuhkan untuk respirasi embrio, konsentrasi tinggi menambah tingkat difusi ke dalam biji, dan meningkatkan tingkat pertumbuhan embrio. Hilangnya dormansi secara bertahap di dalam cadangan makanan merupakan hasil dari rusaknya lapisan absisi atau dari difusi oksigen secara perlahan ke dalam biji.

Pada spesies lain, zat pengatur pertumbuhan sering dipergunakan untuk memecah dormansi. Akan tetapi auksin tidak dapat dipergunakan untuk memacu perkecambahan embrio kernel kelapa sawit.

Awal pertumbuhan kecambah
Perkecambahan membutuhkan waktu 3 bulan untuk menjadi tanaman yang siap melakukan fotosintesis dan menyerap nutrisi dari dalam tanah.

Plumule muncul dari lubang plumule setelah radikula mencapai panjang 1 cm. Akar adventif pertama diproduksi pada satu cincin di atas sambungan radikula – hipokotil dan mereka muncul sebagai akar sekunder sebelum daun pertama berkembang. Radikula terus tumbuh sekitar 6 bulan dan mencapai panjang 15 cm. Sesudahnya, sejumlah akar primer berkembang pada tempat tersebut.

Dua sheath plumular diproduksi seelum daun yang hijau muncul yang kemudian dikenal sebagai helai daun, yang muncul sekitar 1 bulan sesudah berkecambah. Sesudahnya, setiap 1 bulan akan diproduksi satu daun sampai kecambah berumur 6 bulan. Tahap 4 daun biasanya sudah siap untuk transplanting kecambah prenursery ke nursery, yaitu sekitar umur 4 bulan.

Selama beberapa minggu pertama pertumbuhannya, kecambah tergantung pada cadangan makanan di dalam endosperm. Cadangan makanan utama adalah lemak. Selama awal perkecambahan, lemak cadangan secara perlahan hilang dari endosperm, sekitar 80% setelah 90 hari berkecambah, dan 98% setelah 160 hari berkecambah. Lemak diabsorbsi dari endosperm oleh lapisan luar haustorium, dan diubah menjadi gula yang ditranspor ke akar dan tunas kecambah yang baru tumbuh; kandungan lemak dari haustorium, akar dan batang tinggal sedikit.

Beberapa senyawa karbon cadangan dipergunakan dalam respirasi, yaitu dalam pengubahan dari lemak menjadi karbohidrat dan di haustorium, pertumbuhan akar dan batang, dan biji dan kecambah kehilangan berat pada beberapa minggu awal perkecambahan, sekitar 20% pada 20 hari pertama perkecambahan. Antara 20 – 40 hari, helai daun pertama mulai mengembang, fotosintesis dapat berlangsung, dan tanaman mulai bertambah beratnya. Gambar 3.1. menunjukkan bahwa fotosintesis semakin efektif pada umur 45 hari, dan pada waktu helai daun pertama mengembang penuh, dan daun kedua mulai mengembang; Pada waktu ini penurunan berat endosperm bersamaan dengan peningkatan berat haustorium, akar dan batang. Kecambah masih sedikit memiliki ketergantunagn terhadap supply cadangan makanan sampai kecambah berumur 60 hari. Sebelum waktu ini, penghilangan biji akan menyebabkan perununan pertumbuhan luas daun, tetai penghilangan endosperm yang terlambat tidk meberikan pengaruh, meskipun endosperm akan terus diserap cadangan makanannya oleh kecambah yang tumbuh.

Dua atau tiga daun pertama silindris dan tidak mempunyai helaian daun. Daun berikutnya mempunyai helai daun berbentuk lanset (daun ini kemudian disebut daun pertama) dan secara berturut-turut muncul daun yang lanset, bifid, kemudian menyirip. Data tentang perubahan bentuk daun dari daun pertama dan selanjutnya tidak bisa akurat, akan tetapi diketahui bahwa sejak awal, pertulangan daun berbentuk menyirip.  Daun lanset mempunyai tulang daun   sepanjang setengah dari panjang helai daun, dan dari tulang daun ini akan muncul anak tulang daun yang berpasangan sepanjang helai daun. Pada daun yang berbentuk bifid, suatu split berkembang pada helai daun antara pasangan vena teratas, dan memanjang sepanjang tulang daun. Daun berikutnya pada vena yang lebih rendah juga terpisah oleh split yang membentuk anak daun. Pada daun yang berbentuk hampir menyirip, beberapa helai anak daun pada tiap sisi masih terdapat sisa gabungan pada palma dewasa.

Daun menyirip yang pertama berbeda dengan daun berikutnya yaitu daun tersebut tidak mempunyai pulvini (basal swellings), anak daun yang lebih bawah (dan leaf sheath) tidak degenerasi menjadi duri, dan anak daun kurang xeromorfik. Daun pertaa mempunyai stomata pada kedua permukaan, sedangkan daun pada palma dewasa stomata terletak pda epidermis bawah saja.

Transplanting dilakukan setelah bibit berumur 12 – 14 minggu dengan jumlah daun sekitar 18 – 24 helai.

Pembungaan di nursery jarang terjadi. Diketahui bahwa daun yang pertama kali mempunyai inflorescentia pada ketiaknya adalah daun 24 sampai 34 dengan rerata 27 (dihitung dari awal silindris, daun tanpa pedang) atau antara daun 25 – 41 dengan rerata 35. Inflorescentia pertama abnormal dan biasanya gugur.

Inflorescenti pertama yang berkembang sempurna ditemukan antara daun 23 – 87 dengan rerata 42. Inflorescentia yang mengalami polinasi terjadi pada tanaman berumur 24 bulan atau 32 bulan, pada daun 48. Inflorescentia pertama yang berkembang biasanya jantan; rerata ada 7 inflorescentia jantan yang muncul sebelum inflorescentia betina muncul dalam satu palm. Tidak ada hubungan antara ukuran dan morfologi daun serta jumlah daun pada saat produksi inflorescentia dimulai.

Saat munculnya inflorescentia dapat dikontrol oleh perlakuan zat pengatur tumbuh. Awal pembungaan hanya sedikit perkembangannya, sedangkan tandan buah pertama kecil dengan kandungan minyak yang rendah. Biasanya, bunga pertama dihilangkan; perlakuan zat pengatur tumbuh untuk menunda pembungaan akan membuat penghilangan bunga tidak perlu dilakukan.

Pengukuran pertumbuhan seedling
Pengukuran kertumbuhan tanaman biasanya dilakukan melalui pengukuran berat kering, sehingga pertambahan berat kering menggambarkan pertambahan bahan tanaman yang dihasilkan dari fotosintesis dan absorpsi mineral (biasanya kurang dari 10% berat kering). Pengukuran langsung berat kering berarti merusak tanaman. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik yang tidak merusak tanaman. Sejumlah parameter lain digunakan untuk mengukur pertumbuhan seedling kelapa sawit. potensi fotosintesis, sedangkan produksi daun berkaitan dengan aktivitas meristem apikal.

Berat segar seedling kelapa sawit meningkat secara eksponensial sesuai dengan umur tanaman; produk jumlah dan panjang daun dari daun terpanjang mengikuti kecenderungan yang mirip ehingga produk daun ini dapat digunakan sebagai parameter pertumbuhan sedling yang tidak merusak tanamannya. Ada hubungan yang erat antara berat segar tanaman bagian atas dan panjang daun terpanjang. Berat kering sebesar 30% berat segar ditemukan secara konstan pada periode nursery, sehingga panjang daun terpanjang berkorelasi dengan berat kering.

Luas daun merupakan parameter yang sangat berguna. Area daun menyirip, pada seedling yang lebih tua, dapat diperkirakan dengan metode Hardon et al.(1969). Sebelumnya, daun berbentuk lanset, panjang dan lebar daun terbesar merupakan perkiraan luas yang bagus. Luas area riil mempunyai proporsi konstan, sekitar 0,57 dari produk ini, tetapi pada pengukuran luas daun relatif, faktor koreksi ini tidak diperlukan.

Pengukuran berat kering daun atau luas daun sekali saja hanya mempunyai nilai komparatif yang kecil; akan lebih baik jika pengukuran dibuat dalam beberapa kali waktu sehingga tingkat pertumbuhan dapat diukur. Tingkat pertumbuhan absolut, pertambahan berat atau luas per satuan waktu dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sedling kelapa sawit. Tingkat pertumbuhan absolut pada seedling akan terus meningkat dan seiring dengan pertambahan umur seedling.

Pada pertumbuhan eksponensial, tingkat pertumbuhan relatif (Rw pertambahan berat kering per satuan berat kering per satuan waktu) konstan, kontras dengan tingkat pertumbuhan absolut, dan dapat menggunakan pengukuran pertumbuhan seedling yang lebih atau kurang independen terhadap umur dan ukuran seedling. Pada kenyataannya, Rw jarang konstan, tetapi lebih bermanfaat dibanding tingkat pertumbuhan absolut. Tingkat pertumbuhan relatif dapat dihitung dari berat kering (W1 dan W2) pada dua waktu (t1 dan t2) sebagai berikut:

            Rw  =  (ln W2 – ln W1)/(t2 – t1)

Persamaan yang mirip dipergunakan pada pengukuran tingkat pertumbuhan area daun  (Ra tingkat penambahan area / luas daun per satuan area) dari dua kali pengurukan area daun. Pengukuran Rw dari berat segar; menunjukkan bahwa berat kering konstan terhadap berat segar.

Daun kelapa sawit diproduksi dalam sekuen regular dari satu set pengukuran. Mereka memperkirakan bahwa dari area dua daun consecutive, dan diasumsikan tingkat konstan produksi daun, nilai rerata Ra dapat diperkirakan, yang nilainya sebagai kriteria seleksi seedling.

Ketika kedua perkiraan area daun dan berat kering telah tersedia, dua parameter selanjutnya dapat dihitung, yaitu rasio luas daun (F) dan tingkat asimilasi bersih (E). Pada beberapa waktu, Rw  =  E.F dan E dan F sangat membantu dalam menjelaskan variasi Rw.

Rasio luas daun adalah rasio luas daun terhadap berak kering, A/W, dan memberikan perkiraan proporsi jaringan fotosintetik terhadap jaringan non-fotosintetik. Bahwa harus dibuat peningkatan F melalui seleksi, dan seleksi tertentu mungkin ditampakkan pada tahap seedling.

Tingkat asimilasi bersih, tingkat produksi bahan kering per satuan luas daun,menunjukkan perkiraan produksi asimilasi bersih. Pada tanaman dewasa, pengukuran E adalah nilai yang terbatas, sedangkan hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda, tetapi selama pertumbuhan seedling dalam lingkungan nursery yang relatif seragam, ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam E akan menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat fotosintetik. Maka E juga dianggap sebagai kriteria seleksi seedling.

Rumus pendekatan untuk penghitungan E tergantung pada hubungan antara luas daun (A) dan berat kering (W). Pada seedling kelapa sawit, hubungan ini hampir linear, dan persamaan 2 dapat dipergunakan:
                        E  =  (W2 – W1) (ln A2 – ln A1)/(A2 – A1) (t2 – t1)
Parameter kelima yang menarik adalah rasio akar/batang, dihitung dari berat kering akar dan batang dan daun, tetapi sejauh yang diketahui, rasio ini merusak tanaman.

Dalam rangka seleksi seedling, parameter Rw, Ra , F dan E, perkiraan di atas dapat dipergunakan, tetapi ditekankan bahwa penemuan suatu parameter yang mudah diukur tidak mencukupi. Hal ini juga penting untuk menunjukkan bahwa ada variasi yang banyk pada parameter, dan nilai seedling berkaitan dengan beberapa karakteristik tanaman kelapa sawit dewasa.

Pada beberapa eksperimen di nursery, menarik untuk mendiskusikan lebihd ari satu parameter. Prosedur terbaik kemudian dapat dipergunakan sebagai pengukuran secara berkala (mingguan atau bulanan), dan kurva yang tepat untuk hubungan antara luas daun dalam waktu, berat kering dalam waktu, dengan analisis regresi. Parameter tingkat pertumbuhan dapat diperoleh melalui diferensiasi.

Pada publikasi, tingkat pertumbuhan relatif jarang digunakan, tetapi metode pengukuran tingkat pertumbuhan dapat menghasilkan kesimpulan berdasarkan eksperimen (Tabel 3.1). Terlihta bahwa seedlingdalam jumlah banyak mempunyai luas area yang lebih besar pada 124 hari setelah tanam, dan tingkat pertumbuhan absolut pada periode 30 – 124 hari; mungkin bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan daun terhambat oleh polibag yang kecil. Bagaimanapun ada perbedaan luas daun setelah 30 hari, dan kalkulasi tingkat pertumbuhan luas daun relatif menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Kesimpulan yang tepat adalah antara 30 – 124 hari ukuran polibag tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan luas daun. Alasan perbedaan pada luas daun inisial belum diketahui, tetapi nampaknya bukan pengaruh perbedaan polibag.

Tabel 3.1




Tipe nurery
Berdaarkan data di atas, terdapat bukti bahwa nursery dengan polibag satu tahap (dengan penanaman langsung banyak biji yang berkecambah dalam satu polibag besar) memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibanding nursery dua tahap (penanaman dalam polibag kecil, diikuti transplanting pada polibag besar setelah 3 – 4 bulan).  Misalnya, data lain memperlihatkan hambatan pertumbuhan akar pada polibag kecil dan tingkat asiilasi yang lebih rendah. Pertumbuhan di nursery (3 bulan etelah eedling dipindah di tanah) mungkin lebih baik dibanding nursery satu tahap polibag, tetapi stress transplanting biasanya terjadi setelah ditanam dari nursery, dan satu tahap nursery merupakan metode terbaik.

Ukuran biji
Selama 4 bulan pertama sesudah berkecambah, pertumbuhan seedling dari biji berukuran medium dan besar lebih baik dibanding yang berasal dari biji berukuran kecil. Luas 4 daun pertama seedling sangat berkorelasi dengan berat kernel. Biji bear mempunyai embrio yang lebih besar pula, yang dengan Rw  konstan, maka akan diperoleh seedling yang lebih besar; Rw  dan Ra juga lebih besar, karena cadangan makanan biji besar lebih banyak. Selanjutnya, antara 4 – 8 bulan, tanaman dari biji kecil   mempunyai Rw , Ra , dan E.  Seiring dengan waktu di penanaman (13 bulan setelah berkecambah) perbedaan menjadi tidak nyata antara tiga kelompok tanaman, mungkin karena kompetisi di nursery mulai terjadi pada plot biji besar, dan selanjutnya yang medium, baru yang kecil.

Umur seedling
Penurunan yang cepat pada Rw dan Ra terjadi selama 6 – 8 minggu pertama setelah berkecambah dengan penurunan yang bertahap (Gb 3.2). Nilai tinggi terlihat selama eriode ketika kecambah memanfaatkan cadangan makanan dari endosperm, dibandingkan dari hasil fotosintesis berdasarkan berat batang dan akar.  Jika haustorium dan kernel diikutkan, Rw  awal mungkin negatif, selama kecambah dan biji kehilangan berat selama beberapa minggu sesudah berkecambah. Pda waktu kecambah mulai autotrof sempurna, Rw  rendah dan menurun secara nertahap seiring dengan pertambahan umur selama periode prenursery.

Penurunan Rw seiring dengan umur diharapkan pada lingkungan yang konstan jika rasio luas daun menurun sesuai umur. Bagaimanapun, penurunan Rw sesuai umur tanaman tidak selalu dapat diitemukan pada kelapa sawit,mungkin karena pengaruh transplanting.

Pada penelitian biji yang dikecambahkan pada polibag besar dan tanpa transplanting ditemukan Rw meningkat selama melewati periode transplanting.

Kecambah yang ditransplanting pada umur 4 bulan menemukan bahwa Rw dan E meningkat setelah 31 minggu, sedangkan F menurun. Pertumbuhan terlihat setelah 10 – 15 minggu recovery setelah transplanting, ditambah radiasi matahari pada musim kemarau. Hasil ini menunjukkan bahwa satu tahap nursery tanpa transplanting terbukti lebih baik.

Naungan dan radiasi matahari
Bebeapa bentuk naungan ering dipergunkan di nursery, terutama untuk mengurangi kejadian penyakit ’blast’.  Pada kondisi ternaungi, maka produk asimilat menurun, dan meskipun rasio luas daun meningkat, Rw menurun. E cenderung naik seiring dengan peningkatan radiasi matahari lebih dari 4 bulan meskipun ada enemukan  bahwa Rw  tetap pada radiasi matahari harian selama 6 bulan  

Ketersediaan air tanah dan kelembaban atmosfer
Pada suhu 25˚C pada lingkungan yang terkontrol, terdapat beda yang kecil dalam panjang daun antara seedling yang tumbuh pada kelembaban udara 60% dan 80%. Pemasukan air lebih banyak 60% pada seedling di atmosfer yang lebih kering

Apabila pF tanah lebih besar dari 3,0 (tekanan kebasahan tanah = 1 atm), maka terjadi penutupan stomata. Diketahui bahwa tekanan ketersediaan air tanah pada kondisi ini dapat berkembang dalm 2 hari setelah penyiraman pada seedling dengan polibag besar (umur 1 th).  Lebih dari periode 5 bulan, rerata tingkat asimilasi bersih pada sedling polibag menurun secara linear sesuai dengan bertambahnya jumlah hari yang tanpa penyiraman.

Gambaran tersebut menunjukkan pentingnya penyiraman pada nursery polibag, dimana volume tanah dipenuhi oleh perakaran seedling sehingga sangat terbatas. Jika irigasi harian tidak memungkinkan, maka digunakan nursery lapangan sehingga volume tanah lebih besar.

Berapa banyakkah air yang dibutuhkan. Evapotranspirasi dari nursery lapangan di Nigeria lebih dari 4,5 mm air per hari selama musim kemarau. Pada nursery polibag bisa diperkirakan evapotranspirasinya melalui berat seluruh tanaman dan polibag pada interval tertentu.

Temperatur
Tingkat pertumbuhan (yang diukur melalui panjang daun) bertambah sesuai dengan temperatur, pada lingkungan yang terkontrol. Pada suhu 15˚C pertumbuhan terhambat dan sebagian seedling mati. Pada suhu 17,5˚C pertumbuhan sangat lambat, tetapi tidak terhambat, dan panjang daun bertambah secara linear pada suhu yang meningkat, dan terbaik pada suhu 28˚C.

Jarak tanamn
Pengukuran produksi berat kering (crop growth rate/ tingkat pertumbuhan tanaman = C) pada nursery polibag pada jarak tanam tertentu. Indeks luas daun (leaf area index = L) sekitar 8 dengan C sekitar 0,6 g/dm2 luas tanah per minggu. Ditemukan hasil yang serupa pada tanaman dewasa, yaitu C = 0,7 g/dm2/minggu pada L optimum 10 – 12. Pada percobaan seedling, ditemukan L ceiling = 20, dimana produksi bahan kering bersih menurun mendekati zero; hal ini berarti produksi daun baru setara dengan daun tua yang mati. Ditemukan nilai maksimum C  pada L optimum = 3 dan dengan L ceiling = 5,2.

Penjelasan untuk L optimum yang rendah terletak pada struktur morfologi dan kanopi. Kedalaman kanopi menentukan, sekitar 30 cm pada nursery, dibandingkan lebih dari 1 m pada tanaman dewasa. Pada nilai L sama, kanopi yang dalam akan menerima penetrasi cahaya yang lebih baik pada daun yang lebih rendah. Umur seedling perpengaruh: pada seedling umur 12 minggu, dun hampir semuanya menyirip, bagian utama daun terdiri dari helai daun yang bifurcat. Sekali lagi, penetrasi cahaya akan lebih baik menembus kanopi dari helai daun yang dangkal (narrow). Hal ini mungkin bahwa sudut helai daun berubah sesuai dengan umur seedling, menjadi hampir horizontal pada tanaman dewsa. Implikasinya bahwa terjadi peningkatan L optimum sesuai dengan pertumbuhan seedling.

Dari pembahasan tersebut, jarak tanam yang digunakan dalam nursery tergantung pada periode nursery yang diharapkan. Pada penanaman lapangan 12 – 14 bulan sesudah berkecambah, jarak yang baik adalah 75 cm antar polibag, tetapi sebagai antisipasi penanaman lapangan selanjutnya, diperlukan jarak tanam yang lebih lebar. Seedling yang terlalu rapat (overcrowding) akan menyebabkan etiolasi serta serangan penyakit lebih besar.

Jarak tanam tersebut akan memberikan hasil luas daun sekitar 4 pada akhir piode nursery, lebih rendah dari produksi bahan kering optium, tetapi menghasilkan tanaman yang sehat untuk transplanting, dibandingkan apabila memaksimalkan produksi bahan kering per satuan area.

Pemeliharaan nursery
Seedling kelapa sawit membutuhkan semua nutrisi mineral seperti tanaman dewasa, tetapi memerlukan tanah yang subur dan kebutuhan pupuk rendah.

gejala defisiensi pada seedling bervariasi tergantung tipe tanah untuk nursery. Diketahui bahwa nitrogen dan fosfat paling dibutuhkan, sedangkan pemupukan yang berlebihan justru membahayakan kehidupan seedling.

Transplanting
Transplanting dari nursery polibag sederhana dan masalahnya terletak pada kekeringan sesaat setelah penanaman, maka dibutuhkan antitranspirant sebelum transplanting, dapat menggunakan senyawa yang menyebabkan stomata menutup, yang akan mengurangi kehilangan air.

Saat transplanting yang tepai, lebih melihat pad tinggi tanaman dibanding umurnya. Kombinsi antara metode nursery yang berbeda serta waktu yang berbeda dapat memberikan ukuran yang sama pada umur yang berbeda. Nilai optimal transplanting diukur dari luas daun. Tujuannya adalah meminimalkan interval antara penanaman lapangan dengan awal masa produksi buah. Biaya nursery yang lebih lama masih lebih rendah dibanding biaya pemeliharaan tanaman immatur di lapangan.


  









Tidak ada komentar:

Posting Komentar